KONSEP PEMBAHARUAN
Dalam literatur Hukum Islam kontemporer, kata
“pembaharuan” silih berganti dengan kata reformasi, modernisasi, reaktualisasi,
dekonstruksi, tarjid, islah dan tajdid.Di antara kata-kata tersebut yang paling
banyak dipergunakan adalah kata”reformasi” ïslah”dan “tajdid”. Reformasi
berasal dari bahasa Inggris “reformation”yang berarti membentuk atau menyusun
kembali. Reformasi sama artinya dengan memperbarui atau memperbaharui, asal
kata “Baru”dengan arti memperbaiki supaya menjadi baru atau mengganti dengan yang
baru, menggantikan atau menjadikan baru, atau proses perbuatan, cara
memperbarui, proses pengembangan adat istiadat atau cara hidup yang baru.
“Tajdid”mengandung arti membangun kembali, menghidupkan kembali, menyusun
kembali atau memperbaikinya agar dapat dipergunakan sebagaimana yang
diharapkan.
Sedangkan
kata ïslah”diartikan dengan perbaikan atau memperbaiki.Perkataan tajdid dalam
pembaharuan hukum Islam mempunyai dua makna, pertama : apabila dilihat dari
segi sasaran, dasar, landasan dan sumber yang tidak berubahrubah, maka
pembaharuan bermakna mengembalikan segala sesuatu kepada aslinya. Kedua :
pembaharuan bermakna modernisasi, apabila tajdid itu sasarannya mengenai
hal-hal yang tidak mempunyai sandaran, dasar, landasan dan sumber yang
berubah-rubah seperti metode, situasi dan kondisi, ruang dan waktu.Meskipun
tajdid dalam rumusan ini tidak terlalu jelas penjelasannya, tetapi secara umum
tajdid itu dapat diartikan sebagai reformasi, purufikasi, modernisasi atau
pembaharuan. Kata tajdid yang diartikan sebagai “pembaharuan”lebih tepat
dipergunakan dari pada kata lain yang sepadan, karena selain sesuai dengan
istilah dalam agama Islam juga lebih luas cakupannya dan lebih komperhensif.
Menurut
Masjfuk Zuhdi kata tajdid lebih komperhensif pengertiannya, sebab dalam kata
tajdid terdapat tiga unsur yang saling berhubungan yaitu pertama; al-I’adah,
artinya mengembalikan masalah-masalah agama terutama yang bersifat khilafiah
kepada sumber ajaran agama Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Kedua; al-
Ibanah, artinya purifikasi atau pemurnian ajaran agama Islam dari segala macam
bentuk bid’ah dan khurafat serta pembebasan berfikir (liberalisasi) ajaran
Islam dari fanantik mazhab, aliran, ideologi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam. Ketiga; al-Ihya artinya menghidupkan kembali, menggerakkan,
memajukan dan memperbaharui pemikiran dan melaksanakan ajaran Islam.
Pembaharuan yang dikemukakan ini berbeda, dengan pembaharuan yang dikemukakan
oleh Harun Nasution yang lebih menekankan
kepada penyesuaian pemahaman Islam sesuai dengan perkembangan baru yang
ditimbulkan akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Masalah-masalah
hukum yang perlu diperbaharui (ditajdid) adalah hal-hal sebagai berikut,
pertama; manhaj llahi, baik tentang akidah, syari’ ah atau akhlak untuk mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya ( hablun minal Allah) dan hubungan antar
sesama manusia suatu manhaj yang dilukiskan oleh Ibnu khaldun sebagai
undamg-undang llahi yang selaras dengan keinginan manusia demi terwujudnya kemaslahatan
hidup di dunia
dan akhirat.
Kedua;
fikrah atau pemikiran dan syakhshiyyah yang terus maju, bukan dien Allah yang
ditajdidkan menurut Hadists tetapi dien manusia, agar manusia tetap
bertambah kokoh iman
dan pengamalannya. Iman dan Islam yang telah usang menjadi baru kembali sesuai
dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu dalam melakukan pembaharuan hukum
Islam hendaklah menjauhi hal-hal yang qath’I karena objek yang dapat
diperbaharui adalah hal-hal yang menyangkut zhanni saja.
Disamping
itu dalam melakukan pembaharuan hendaknya menjauhkan diri dari sifat jumud yang
mendukung status quo yang ingin bertahan dengan fatwa-fatwa terdahulu, padahal
hukumhukum tersebut tidak dapat atau tidak relevan lagi dengan kebutuhan
masyarakat masa kini.
Penggunaan
kata tajdid dalam membicarakan pembaharuan hukum Islam didasarkan kepdaa ayat
al- Qurán10 antara lain dalam Surat Ibrahim ayat 19 “kalau Allah menghendaki,
maka Allah akan melenyapkan kamu dan mengganti dengan generasi yang baru “.
Hadits riwayat Abu Daud11 sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk ummat ini
(ummat Islam) pada penghujung setiap seratus tahun orang-orang yang membaharui
pemikiran agama mereka (hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dari Sulaiman bin
Dawud al-Mahri dari wahab dari said bin Abi Ayub dari Syarahbil Bin Yazid al-
Muarifin dari Abi Álqamah dari Abu Hurairah r.a). hadits yang diriwayatkan oleh
Ahmad bin Hambal12 perbaharui imanmu : Rasulullah ditanya, bagaimana kami
membaharui iman? Rasulullah menjawab : perbanyakanlah membaca La Ilaha Illallah
(hadits riwayat Ahmad bin Hambal dari Sulaiman bin Dawud at Tayasali dari
Sadaqah bin Musa as-Sulami ad- Daqqi dari Muhammmad bin Wasi’dari Syutair bin
Nahar dari Abu Hurairah).
Menurut
Yusuf Qardhawi13 yang dimaksud dengan tajdid adalah berupaya mengembalikannya
pada keadaan semula sehingga ia tampil seakan barang baru. Hal itu dengan cara
memperkokoh sesuatu yang lemah, memperbaiki yang usang dan menambal kegiatan
yang retak sehingga kembali mendekat pada bentuknya yang pertama. Dengan kata
lain, tajdid bukan merombak bentuk yang pertama atau menggantinya dengan yang
baru. Sebagi contoh konkrit, bila ingin mentajdid (memperbaharui) suatu
bangunan tua, berarti kita membiarkan substansi, ciri-ciri, bentukan dan
karakteristik bangunan itu. Kita hanya memperbaiki yang rusak, menghiasinya
kembali, menambal yang kurang, memperindah bagian yang sudah lumat. Jadi bukan
menghancurkannya lantas diganti dengan bangunan baru yang berbeda. Demikian
pula tajdiddud dien , bukan bermakna merubah dien, tapi mengembalikannya
menjadi seperti dalam era Rasulullah SAW. Para shahabat dan tabiín.
Sejak
awal abad ke 15 H. tajdid (pambaharuan) telah dilaksanakan dalam bidang
intelektualisme dan peradaban yang luas dan dalam. Suatu tajdid diharapkan
dapat menghidupkan kembali semangat kedua macam ijtihad, yakni ijtihad intiqa’í
(dengan mentarjih pendapat melalui penelitian dan penyeleksian) dan ijtihad
insya í (dengan cara menentapkan hukum untuk perkara baru). Yaitu ijtihad untuk
mendiagnosa dan menyebaut beragam problema zaman modern dengan obat Islam itu
sendiri, bukan menyembuhkan dan resep bikinan barat maupun timur.
Berkaitan
dengan ruang lingkup tajdid , para usuliyun membuat hukum yang menjadi wilayah
ijtihad dan yang bukan menjadi wilayah ijtihad. Secara garis besar, wilayah
ijtihad meliputi dua hal yaitu hukum-hukum yang tidak ada petunjuk nash sma
sekali dan hukum-hukum yang ditunjuk oleh nash yang dhanni. Sedangkan
hukum-hukum yang telah ditunjuk oleh nash qath’iy dalalahnya maka tidak ada
sedikitpun ruang gerak dari ijtihad. Dorongan berijtihad terhadap hukum yang
ditunjuk oleh nash qathiíy tersebut dikristalkan menjadi sebuah kaidah “La
masagha li al-ijtihad fima fih nash Shareh Qathiíy “(tidak ada peluang untuk
berijtihad dalam hukum-hukum yang telah ada nashnya secara jelas dan qathi’i
dan kaidah lain yang bermakna dengannya).
Suatu
tajdid harus mampu mengembalikan gaya Islam yang sesuai dengan bahasa masa,
mengena bagi seluruh masyarakat, perlu terhadap trand zaman, mempunyai
karakteristik Islam dan kepribaian masyarakat. Tajdid harus memilki konsep dan
pemahaman yang luas dan mendalam serta selaras dengan surat Ibrahim ayat 4 yang
artinya :..dan tidaklah kami mengutus seorang Rasul Melainkan dengan bahasa
kaumNya untuk menjelaskan kepada mereka tentang kebenaran. Mereaktualisasi
fikrah (pemikiran), menghidupkan ijtihad dan meluruskan pemahamna adalah
langkah awal ijtihad yang dicita-citakan, karena ilmu harus ada sebelum amal
dan pemikiran harus didahulukan sebelum fikrah. Namun manusia bukan terdiri dari
akal semata, ia juga memilki hati, ruh dan tubuh. Maka tajdidpun harus mencakup
keseluruhan eksistensi manusia itu di mana Islam memeliharanya dengan perawatan
yang baik.
Untuk
pengembangan tajdid dalam legislasi Indonesia kontemporer erat kaitannya dengan
pengembangan budaya hukum Islam. Dalam pengembangan hukum Islam di Indonesia
kaum muslimin dihadapkan pada dua kemungkinan, yaitu hukum yang positif Islam
yang terbatas pada mempermasalahkan hukum yang berlaku bagi kaum muslimin, dan
nilai-nilai hukum Islam, yang akan berlaku bagi seluruh warga negara, bahkan
mungkin seluruh penduduk (termasuk yang bukan warga negara), kedua alternatif
tersebut akan mempengaruhi pembentukan hukum nasional pada masa yang akan
datang.
Dari
beberapa pengertian tentang pembaharuan (tajdid) sebagaimana yang tersebut
diatas, maka pembaharuan hukum Islam dapat diartikan sebagai upaya dan
perbuatan melalui proses tertentu dengan penuh kesungguhan yang dilakukan oleh
mereka yang mempunyai kompetensi dan otoritas dalam pengembangan hukum Islam
(mujtahid) dengan cara-cara yang telah ditentukan berdasarkan kaedah-kaedah
instimbat hukum yang dibenarkan untuk menjadikan hukum Islam dapat tampil lebih
segar dan tampak modern, tidak ketinggalan zaman, inilah yang dalam istilah
usul al-fiqih dikenal dengan “ijtihad”. Pembaharuan hukum Islam yang dilakukan
oleh mereka yang tidak memiliki otoritas dan kompetensi dalam pengembangan
hukum Islam sebagai mujtahid atau tidak dilakukan berdasarkan aturan main atau
tidak dilakukan berdasarkan kaedah yang benar, maka hal itu tidak disebut
sebagai pembaharuan hukum Islam.
Dengan
demikian maka yang dimaksud dengan pembaharuan (tajdidi) hukum Islam adalah
pembaharuan yang dilakukan melalui al-I’adah,, al-lhya sebagaimana yang telah
diuraikan diatas.
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pembaharuan
Memperhatikan
uraian yang telah dikemukakan diatas, dapat diketahui bahwa pembaharuan hukum
Islam telah terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama, berproses dengan kondisi
dan situasi serta sesuai dengan tuntunan zaman.hal ini disebabkan oleh karena
normanorma yang terkandung dalam kitab-kitab fiqih sudah tidak mampu lagi
memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang pada masa kitab-kitab fiqih
itu ditulis oleh fuqaha, masalah baru itu belum terjadi. Sebagai contoh antara
lain adalah perkawinan yang ijab qabulnya dilakukan dengan pesawat telepon,
pemberian harta waris yang berbeda agama dengan pewaris, pemberian harta waris
kepada anak angkat dengan cara wasiat wajibah, wakaf dalam bentuk yang tunai
dan sebagainya. Terhadap hal ini telah mendorong negara untuk mengaturnya dalam
berbagai peraturan perundangan agar tidak terjadi kekacauan dalam
pelaksanaannya.
Konsep “pembaruan” pemikiran Islam yang
ditawarkannya 37 tahun yang lalu. Karena ide-ide yang dilontarkan pertama kali
di Taman Ismail Marzuki itu tidak teroragnisir dengan baik dan kurang coherent,
maka Nurcholis Madjud organisasikan kedalam lima poin dibawah ini:
1. Bahwa Islam bukan peradaban tapi dasar
peradaban, dan bukan pula al-Din yang berarti struktur dan kumpulan
hukum yang totaliter. Pemikiran umat Islam hanya berorientasi pada fikih,
mengutamakan kuantitas, tidak dinamis dan memfosil. Karena itu harus
dipebaharui.
2. Strategi penyebaran ide-ide pembaruan
adalah shock therapy dan penyebaran ide-ide yang revolusioner.
3. Proses untuk itu adalah liberalisasi
dalam bentuk sekularisasi terhadap “ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan
Islam” yaitu dengan a) Melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional, dan
mencari nilai-nilai yang berorientasi ke masa depan. b) Menyesuaikan,
mempersegar, memperbarui dan mengorganisasikan ide-ide Islam sehingga ide-ide
itu dapat sejalan dengan kenyataan-kenyataan zaman sekarang, c) dengan
mengembangkan keterbukaan terhadap konsep-konsep asing dengan ukuran-ukuran
kebenaran obyektif.
4. Sarananya untuk melakukan liberalisasi
adalah lembaga atau badan yang dapat merespon tantangan zaman dalam
bidang-bidang ekonomi, sosial dan politik yang terus berkembang.
KONSEP PEMBANGUNAN
Secara teoretis, pembangunan merupakan upaya untuk
menciptakan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, sehingga
program-program pembangunan yang dicanangkan senantiasa bersifat ide-ide
pembaruan (inovasi),
baik yang berupa fisik maupun nonfisik. Program pembangunan yang bersifat
fisik, misalnya berupa pembangunan infrastruktur, sedangkan program pembangunan
yang brsifat nonfisik misalnya pembangunan suprastruktur dan pemberdayaan
manusia (sumber daya manusia).
Dalam paradigma lama pembangunan
didefinisikan sebagai pertumbuhan (growth), sedangkan dalam paradigma baru,
pembangunan (development) tidak mempunyai definisi yang sama dengan pertumbuhan
(growth). Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu tanpa
masalah. Selanjutnya terdapat pula definisi pembangunan adalah perubahan
(change). Ya, pembangunan (development) dan perubahan (change) memang tidak
dapat dipisahkan.
Menurut
Abduh (1404H), pembangunan (al-Tanmiyah) bermaksud penyuburan dan pemurnian diri
insan. Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan al-tanmiyah dalam
al-Quran seperti al Tazkiyah(penyuburan), seperti tersebut dalam surah
al-Syams: 9, Pembinaan (al- Bina’) seperti tersebut dalam surah al-Saf :4.
Dalam hubungan ini sasaran utama pembangunan adalah manusia itu sendiri (Nailul
Murad Mohd.Nor & Hanapi Md. Noor 2002).
Fathi
Yakan (2002) pula menyatakan pembangunan (al-Tanmiyyah) juga membawa maksud
peningkatan, kebangkitan dan pertambahan. Dalam konteks Islam peningkatan dan penambahan
ini dari semua aspek kehidupan kerana sifat kehidupan ini senantiasa berubah
tidak berhenti-henti dan jika tiada peningkatan maka matilah ia. Hadisth
Rasulullah s.a.w menegaskan “Buatlah pekerjaan di dunia seperti kamu akan hidup
padanya selama-lama dan beramal-lah untuk akhirat seperti kamu mati esok hari”.
Sementara
Muhammad Syukri Saleh (2002) menegaskan bahawa konsep pembangunan berkiblatkan
Islam adalah pembangunan yang berasaskan kepada kepada keesaan Allah, matlamat
ialah keredahan Allah (mardatillah)
dan kerangkanya mencakupi skala waktu panjang iaitu waktu kehidupan di alam
roh, dunia dan akhirat. Sepanjang skala itu, manusia mesti mencapai kebahagian
(hasanah fid-dunia wa hasanah fil-akhirat).
Kedudukan pembangunan berkiblatkan Islam adalah digambarkan dalam Rajah 1.
Kedudukan Pembangunan dalam Perjalanan
Hidup Manusia
Dunia sebagai Modal
Hasanah
Pembangunan
Ekonomi, Politik,Sosial, Budaya dan
lain-lain aktivitas hidup.
|
|
Berteraskan Ad-Din
Fid-Dunia
Islam
(Sumber: Muhammad Syukri Saleh
:”Pembangunan Berteraskan Islam”
Daripada
Gambar diatas, jelas bahwa Allah s.w.t
telah menciptakan berbagai sumber-sumber alam untuk dimanfaatkan oleh manusia.
Jadi manhaj pembangunan manusia meliputi berbagai aktivitas hidup manusia yang
berkiblatkan Din al-Islam. Pembangunan digabungkan dengan berbagai kehidupan
Islam yang lain secara holistik (menyeluruh) sebagai firman Allah s.w.t : “Hai
orang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan dan jangan kamu
turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu:.(Al-Baqarah
: 208). Maka dalam perjalanan hidup manusia pembangunan adalah bermatlamatkan
untuk mencapai kebahagian dunia dan kebahagian akhirat. Matlamat utama
pembangunan modal Insan yang berkiblatkan Islam adalah untuk membangun dan
menjadikan insan yang bertakwa dan bertanggungjawab menjalankan amanahnya yaitu
menegaskan fungsi ubudiyyah. Islam menegaskan manusia dijadikan untuk
beribadah. Sebabnya, ibadah adalah untuk kebaikan pada diri manusia itu
sendiri. Artinya, apabila Allah s.w.t ´meminta´ manusia beribadah, bukanlah
bermakna Allah telah meminta sesuatu (rezeki) daripada manusia, bahkan
sebaliknya, Dialah yang memberi rezeki pada manusia. Tegasnya, Islam mempunyai suatu
cara tersendiri untuk membangunkan manusia, lebih-lebih lagi yang bertaraf
insan-suatu kualitif dan ciri termulia yang boleh diwujudkan dalam manusia.Justru
apabila manusia dapat mengenali dirinya secara lebih jauh dan mendalam lagi,
khususnya dari konteks fitrahnya, manusia akan bertukar menjadi insan yang
sungguh mulia lagi yang berhikmah. Inilah gambaran yang diberikan dalam ajaran
Islam.
Menurut
pandangan ini tujuan pokok pembangunan adalah memperluas pilihan-pilihan manusia
(Ul Haq, 1985). Pengertian ini mempunyai dua sisi. Pertama, pembentukan
kemampuan manusia seperti tercermin dalam kesehatan, pengetahuan dan
keahlian yang meningkat. Kedua, penggunaan kemampuan yang telah
dipunyai untuk bekerja, untuk menikmati kehidupan atau untuk aktif dalam
kegiatan kebudayaan, sosial, dan politik. Paradigma pembangunan manusia yang
disebut sebagai sebuah konsep yang holistik mempunyai 4 unsur penting,
yakni: (1) peningkatan produktivitas; (2) pemerataan kesempatan; (3)
kesinambungan pembangunan; serta (4) pemberdayaan manusia.
Konsep
ini diprakarsai dan ditunjang oleh UNDP, yang mengembangkan Indeks Pembangunan
Manusia (Human Development Index). Indeks ini merupakan indikator
komposit/ gabungan yang terdiri dari 3 ukuran, yaitu kesehatan (sebagai ukuran longevity),
pendidikan (sebagai ukuran knowledge) dan tingkat pendapatan riil
(sebagai ukuran living standards). Masih dalam taraf pengembangan
sekarang muncul pula gagasan pembangunan yang berkelanjutan yang erat kaitannya
dengan kesejahteraan yang semakin terus meningkat dari generasi ke generasi --
jaminan pemerataan pembangunan antargenerasi --. Dalam konsep ini pemakaian dan
hasil penggunaan sumber daya alam dan lingkungan yang merusak sumbernya tidak
dihitung sebagai konstribusi terhadap pertumbuhan tetapi sebagai pengurangan
aseet. Penting kita perhatikan hal ini, karena bangsa yang kaya hari ini, bisa
menjadi paling miskin di hari kemudian, seperti bangsa Mesir, Palestina, dan
India.
Demikianlah,
berbagai aliran pemikiran dalam studi pembangunan, yang berkembang selama ini.
Meskipun belum memuaskan beberapa pihak, konsep pembangunan manusia dapat
dianggap paling lengkap dan dikatakan sebagai sudah merupakan sintesa dari
pendekatan-pendekatan sebelumnya. Sebenarnya pandangan serupa ini telah kita
mulai sejak awal pembangunan. Oleh karena itu, sejak GBHN Pertama dalam
Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I), kita telah merumuskan bahwa hakikat
pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat
seluruhnya. Sejak Repelita II, kita telah menegaskan strategi pembangunan yang
bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang memadukan pertumbuhan, pemerataan, dan
stabilitas, sebagai kunci-kunci keberhasilan pembangunan. Program pemerataan
dalam rangka Trilogi ini dalam PJP Ikita jabarkan dalam delapan jalur
pemerataan.
Ruang Lingkup
Pembangunan
Ruang lingkup pembangunan
mencakup:
»
Dimensi
perubahan kesejahteraan sosial ekonomi.
Yang biasanya merupakan
pertumbuhan ekonomi termasuk di dalamnya produksi nasional, laju pertumbuhan
ekonomi, pendapatan perkapita, perubahan struktur ekonomi ke arah yang lebih
seimbang, ukuran kemiskinan, dan sebagainya
»
Dimensi
transformasi sosial dari masyarakat tradisional.
Ke arah masyarakat maju
(modern), baik dari sisi ilmu dan teknologi, maupun perubahan nilai-nilai
sosial
»
Pembangunan
bangsa.
Yaitu pembangunan masyarakat
dari primordial ke arah masyarakat yang nasional: termasuk di dalamnya adalah
proses integrasi nasional dengan mengembangkan kepribadian, ideologi, wawasan
kebangsaan, integrasi, stabilitas dan politik
»
Dimensi
keseimbangan antara manusia dengan lingkungannya.
Mengingat dunia hanya satu,
dengan keterbatasan sumber daya, maka diperlukan pengelolaan eksplorasi sumber
daya yang efisien, efektif dan terarah.
»
Manusia
merupakan target utama pembangunan.
Pembangunan merupakan
transformasi sosial, yang membangun manusia sehingga mampu membangun dirinya
dan bersama dalam masyarakatnya, membangun kualitas hidup yang lebih baik.
Asas
Pembangunan
Ustaz
al-Banna menegaskan suatu hakikat bahwa al-Quran merupakan garis panduan lengkap
yang mengariskan seluruh asas ke arah pembangunan manusia dan masyarakat.Dengan
itu sudah tentu,al-Quran menjadi asas kepada pembinaan sebuah negara Islam.
Beliaumenegaskan bahawa asas ini boleh dirumuskan seperti berikut:
a)
Ketuhanan (rabbani)
b)
Mengangkat martabat manusia.
c)
Mengesahkan wujudnya hari pembalasan.
d)
Melaungkan ikatan persaudaraan seluruh
manusia.
e)
Mengajak kaum lelaki dan wanita supaya
bangkit bersama. Mengisytiharkan kerjasama dan kesamaan antara lelaki dan
wanita serta mengariskan peranan masing-masing secara terperinci.
f)
Menjamin kestabilan masyarakat dengan
cara memengakui hak untuk hidup, memiliki harta, hak bekerja, hak kesehatan
tubuh badan, hak kebebasan,hak berilmu,hak keselamatan setiap individu dan hak
menentukan sumber pendapatan.
g)
Mengawal dua naluri manusia yaitu
naluri menjaga keselamatan nyawa dan naluri menjaga kesinambungan zuriat, di
samping mengatur keperluan mulut dan seks.
h)
Tegas dalam, memerangi jenayah yang
sebenar.
i)
Memelihara perpaduan umat Islam dan
mengapuskan segala bentuk dan punca yang membawa perpecahan.
j)
Mewajibkan umat Islam melaksanakan
jihad demi menegakkan prinsip kebenaran yang diketengahkan oleh sistem ini.
k)
Meletakkan negara sebagai wakil kepada
gagasan (fikrah) ini dan bertindak sebagai penjaga gagasan ini. Negara ini juga
bertanggungjawab mencapai matlamat gagasan ini dalam sebuah masyarakat dan
kemudian menyampaikan gagasan kepada seluruh manusia.
KONSEP PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial merupakan fenomena kehidupan
sosial yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu maupun kelompok
masyarakat manapun di dunia ini. Pertanyaan mendasar yang kerap muncul adalah
mengapa perubahan itu muncul? Menurut Horton & Hunt (1984: 207) barangkali
jawabannya adalah manusia pada dasarnya memiliki sifat bosan. Perubahan sosial
merupakan perubahan dalam segi struktur sosial dan hubungan sosial meliputi
diantaranya perubahan distribusi kelompok usia, tingkat pendidikan rata-rata,
tingkat kelahiran penduduk, penurunan kadar rasa kekeluargaan informalitas
antar tetangga karena adanya perpindahan orang dari desa ke kota dan perubahan
peran suami sebagai atasan yang kemudian menjadi mitra (partner) istri dalam
keluarga demokratis dewasa ini (Horton & Hunt 1984: 208).Perubahan sosial adalah proses di mana
terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut
terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para
anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa tediri
dari tiga tahap:
- Invensi,
yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
- Difusi,
yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem
sosial.
- Konsekuensi,
yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat
pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan
atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia perubahan
berarti hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran.
Sedangkan sosial adalah hal yang berkenaan dengna masyarakat. Perubahan sosial adalah berubahnya struktur atau susunan
sosial (kemasyarakatan) dalam suatu masyarakat. Perubahan tersebut merupakan
gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap tatanan masyarakat,
perubahan itu juga terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang
selalu ingin berubah dari satu keadaan kepada keadaan lain yang lebih baik.
Pudjiwati Sajagyo mengutip pendapat Hirschman yang mengatakan bahwa kebosanan
manusia adalah penyebab suatu perubahan. Manusia sering
tidak puas dan bosan pada satu keadaan dan berusaha untuk mencari cara atau
alternatif lainnya untuk menghilangkan kebosanannya dan menemukan cara baru
yang lebih menyenangkan, mudah dan murah. Bisa kita lihat pada revolusi
teknologi transportasi yang demikian canggih hingga berakibat pada perubahan
pola mobilisasi manusia.
Definisi lain tentang perubahan sosial
menyatakan sebagai variasi atau modifikasi dalam setiap aspek proses sosial,
pola sosial, dan bentuk-bentuk sosial, dan setiap modifikasi pola antar
hubungan yang mapan dan standar prilaku.
Dari definisi yang dikemukakan para
ahli dapatlah ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial dipandang sebagai
konsep yang serba mencakup, yang menunjuk pada perubahan fenomena sosial di
berbagai tingkat kehidupan manusia, mulai dari tingkat individual hingga
tingkat dunia.
Ruang lingkup perubahan sosial meliputi
unsur-unsur budaya materiil dan immateriil, artinya
setiap unsur budaya masyarakat yang bersifat materiil dan immateriil (sprituil)
juga rentan atau cendrung terhadap perubahan. Berbeda dengan apa yang
disampaikan oleh Kingsley Davis yang mengartikan perubahan sosial sebagai
perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat, sehingga akan disebut suatu perubahan sosial kalau tatanan
dan fungsi dalam masyarakat yang berubah. Sebagai contoh ketika muncul
persatuan pekerja atau organisasi buruh yang dalam masyarakat kapitalis
menyebabkan perubahan hubungan antara pekerja dengan majikan yang kemudian
berimplikasi juga pada berubahnya organisasi ekonomi atau bahkan politik (pada
negara tertentu ada yang berubah menjadi partai politik, misalnya partai buruh
di Inggris).
Konsep perubahan sosial adalah fenomena
yang rumit, dalam arti menembus ke berbagai tingkat kehidupan sosial. Dan jika
ada suatu defenisi tentang perubahan sosial yang mencakup seluruh aspek
kehidupan sosial, maka hal itu benar saja. Karena, pada keseluruhan aspek
kehidupan yang terjadi dalam susunan sosial, sistem sosial, dan organisasi
sosial masyarakat.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat
dikatakan bahwa perubahan sosial yaitu perubahan yang terjadi pada struktur dan
fungsi dalam sistem sosial, yang mana termasuk didalamnya aspek kebudayaan juga
nilai-nilai, norma, kebiasaan, kepercayaan, tradisi, sikap, maupun pola tingkah
laku dalam suatu masyarakat. Atau jika kita melihat adanya perbedaan keadaan
yang terjadi sekarang dalam suatu masyarakat jika dibandingkan dengan
keadaannya dahulu, maka hal itu dapat dikatakan bahwa dalam struktur sosial
masyarakat tersebut telah berubah.
Banyak yang berpendapat bahwa kecenderungan
terjadinya suatu perubahan pada masyarakat merupakan penomena yang wajar
sebagai akibat dari pergaulan hidup, dan banyak pakar yang mengemukakan
pendapat bahwa perubahan sosial terjadi sebagai akibat adanya perubahan yang
terjadi dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan dalam suatu
masyarakat, seperti perubahan ekonomi, kebudayaan dan teknologi, politik,
geografis dan sebagainya, yang pada dasarnya bermuara pada kesimpulan bahwa
perubahan merupakan suatu mata rantai kejadian yang melingkar dan tidak
terputus.
Jenis-jenis
Perubahan Sosial
Salah satu cara untuk mengidentifikasi jenis-jenis perubahan sosial yang
terjadi adalah dengan mencermati dari mana sumber terjadinya perubahan itu.
Jika perubahan itu bersumber dari dalam sistem sosial itu sendiri, perubahan
yang terjadi disebut perubahan imanen. Sedangkan jika sumbernya ide baru
itu berasal dari luar sistem sosial, disebut perubahan kontak.
Perubahan imanen terjadi jika anggota sistem sosial menciptakan dan
mengembangkan ide baru dengan sedikit atau tanpa pengaruh sama sekali dari
pihak luar dan kemudian ide baru itu menyebar ke seluruh sistem sosial.
Perubahan kontak terjadi jika sumber dari luar sistem sosial memperkenalkan ide
baru ke dalam suatu sistem sosial. Dengan demikian, perubahan kontak merupakan
gejala “antarsistem”. Ada dua macam perubahan kontak, yaitu perubahan kontak
selektif dan perubahan kontak terarah. Perbedaan perubahan tersebut
tergantung dari mana kita mengamati datangnya kebutuhan untuk berubah itu, dari
dalamkah atau dari luar sistem sosial.
Ditinjau dari cakupan sasarannya,
perubahan sosial dapat berupa perubahan dalam tataran mikro dan tataran makro.
Perubahan yang terjadi dalam tataran mikro adalah perubahan yang terjadi dalam
level individual, ketika seseorang menerima atau menolak inovasi, sehingga
berdampak pada perilaku orang tersebut, baik secara kognitif, afektif, maupun
psikomotorik. Perubahan yang terjadi dalam tataran makro adalah perubahan pada
level sistem sosial, ketika dalam sistem sosial terjadi struktur dan fungsi
sistem sosial.
Perubahan Sosial
di Abad ke 20
Teori-teori yang dikemukakan
para perintis awal sosiologi muncul sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan
sosial besar yang terjadi pada masyarakat Barat, terutama di Eropa Barat. Di
kala itu proses-proses perubahan besar yang terjadi semenjak abad ke - 18
seperti detradisionalisasi, defeodalisasi, urbanisasi, industrialisasi,
perkembangan kapitalisme dan sosialisme memang baru terbatas pada masyarakat
Eropa Barat. Masyarakat-masyarakat non-Barat di luarnya--di Asia, Afrika, dan
di Amerika Latin--bukannya tidak tersentuh oleh perubahan-perubahan yang
terjadi di Barat. Praktik-praktik imperialisme dan kolonialisme terhadap
masyarakat-masyarakat non-Barat yang mendahului dan menyertai peruhahan besar
di Eropa Barat pun memicu perubahan pada masyarakat non-Barat, meskipun
perubahan yang terjadi sangat berbeda dengan perubahan di Eropa. Kontak dengan
Belanda dan negara Eropa lain yang dialami masyarakat kita sejak abad ke 17
berakibat hilangnya kekuasaan politik dan ekonomi para penguasa pribumi pada
tingkat regional dan lokal yang diikuti penjajahan langsung maupun tidak
langsung, sehingga eksploitasi hasil bumi kita dalam skala besar oleh pihak
swasta maupun Pemerintah Belanda untuk keperluan pasar Eropa dimungkinkan.
Berakhirnya
Perang Dunia II diikuti perubahan-perubahan sosial besar di kawasan Asia,
Afrika dan Amerika Selatan--baik di negara-negara yang telah ada maupun di
negara-negara baru yang telah bebas dari penjajahan. Perhatian sejumlah ilmuwan
sosial mulai dipusatkan pada proses perubahan di kawasan di mana mayoritas
masyarakat dunia hidup, dan sebagai akibatnya muncul berbagai teori mengenai
perubahan-perubahan di negara-negara di kawasan ini. Pusat-pusat studi yang
mengkhususkan diri pada masyarakat non-Barat ini mulai berkembang di berbagai
negara Barat.
Negara-negara
non-Barat ini mulai diberi berbagai. julukan seperti
"Masyarakat-masyarakat Dunia Ketiga" (Third World Societies),
"Ncgara¬negara Terkebelakang" (Underdeveloped Countries atau Less
Developed Countries), "Negara¬negara Sedang Berkembang" (Developing
Countries), atau "Ncgara-ncgara Sclatan" (South Countries).
Istilah Masyarakat Dunia Ketiga
mengacu pada mayoritas masyarakat dunia yang pernah dijajah negara-negara Barat
dan yang masyarakatnya kebanyakan hidup dari pertanian; istilah Masyarakat
Dunia Pertama (First World Society) mengacu pada negara-negara industri maju di
Eropa Barat, Amerika, Australia dan Jepang; dan istilah Masyarakat Dunia ICCdua
(Second World Societies) mengacu pada negara-negara industri di Eropa Timur
(lihat Giddens, 1989:52¬58). Negara-negara "Sedang Berkembang"
tersebut sering pula dijuluki Ncgara-negara Sclatan (South Countries), karena
negara-negara tersebut kebanyakan terletak di belahan Selatan bumi.
Perubahan Sosial
di Asia Tenggara
Konta antara masyarakat Barat
dengan masyarakat pribumi yang telah mengakibatkan perubahan sosial pada
masyarakat Asia Tenggara pun telah menarik perhatian para ilmuwan soial.
Kemajemukan masyarakat-masyarakat di Asia Tenggara telah memungkinkan munculnya
berbagai konsep dan teori yang dilandaskan pada pengalaman khas berbagai
masyarakat Asia Tenggara. Dalam bukunya Sociology of South East Asia: Readings
on Social Change and Development, Hans-Dietcr Evers menyunting sejumlah tulisan
~ilmuwan sosial yang mencakup beberapa konsep dan teori yang diangkat dari
pengalaman masyarakat Indonesia seperti konsep dual societies, plural societies
dan involution (lihat Evers, 1980).
Dual
societies. Pada awal abad ini J.H. Boeke, seorang ahli ekonomi Belanda yang
pernah bekerja di Indonesia mempertanyakan mengapa dalam masyarakat Barat
kekuatan kapitalisme telah membawa peningkatan taraf hidup dan persatuan
masyarakat, sedangkan dalam masyarakat Timur kapitalisme justru bersifat
merusak. Dengan datangnya kapitalisme di masyarakat Timur ikatan-ikatan
komunitas melemah, dan taraf hidup masyarakat menurun. Di Asia Tenggara sendiri
lapisan atas masyarakat mengalami Westernisasi dan urbanisasi sedangkan lapisan
bawah menjadi semakin miskin (lihat Boeke, dalam Evers, 1980: Evers, 1980:2-3).
Menurut
Boeke, gejala ini disebabkan karena kapitalisme telah mengakibatkan terjadinya
apa yang dinamakannya ekonomi dualistis (dual economy). Dalam suatu masyarakat
dualistis, menurut Boeke, kita menjumpai sejumlah antitesis, yaitu pertentangan
antara (1) faktor produksi pada masyarakat Barat yang bersifat dinamis dan pada
masyarakat pribumi di pedesaan yang bersifat statis, (2) masyarakat perkotaan
(yang terdiri atas masyarakat Barat) dengan masyarakat pedesaan (orang Timur),
(3) ekonomi uang dan ekonomi barang, (4) sentralisasi administrasi dan
lokalisasi, (5) kehidupan yang didominasi mesin (pada masyarakat Barat) dan
yang didominasi kekuatan alam (pada masyarakat Timur), dan (6) perekonomian
produsen dan perekonomian konsumen.
Dalam
gambarannya masyarakat Indonesia terdiri atas sejumlah tatanan sosial yang
hidup berdampingan tetapi tidak berbaur; namun menurutnya kelompok Eropa, Cina
dan pribumi saling melekat laksana kembar Siam dan akan hancur bilamana
dipisahkan, scbagaimana nampak dari kutipan berikut:
“..,
in Netherlands India, the European, Chinese and native are linked as vitally as
Siamese twins and, if rent asunder, every element must dissolve in anarchy..,”
Menurut
Evers konsep ini pun telah mendorong sejumlah ilmuwan sosial untuk menggunakannya,
mengembangkannya, dan mengujinya pada masyarakat lain. Evers sendiri menilai
bahwa baik Boeke maupun Furnivall menganut gambaran yang terlalu sederhana mengenai
masyarakat Asia Tenggara. Dampak pengaruh kapitalisme terhadap masyarakat
pribumi dibahas Clifford Geertz dalam bukunya Agricultural Involution (Involusi
Pertanian; lihat Geertz, 1966). Menurut Geertz kontak dengan kapitalisme Barat
tidak menghasilkan perubahan secara evolusioner pada masyarakat pedesaan di
Jawa, melainkan suatu proses yang dinamakannya involusi. Menurut Geertz
penetrasi kapitalisme Barat terhadap sistem sawah di Jawa membawa kemakmuran di
Barat tetapi mengakibatkan suatu proses "tinggal landas" berupa
peningkatan jumlah penduduk pedesaan. Ternyata kelebihan penduduk ini dapat
diserap sawah melalui proses involusi, yaitu suatu kerumitan berlebihan yang
semakin rinci yang memungkinkan tiap orang tetap menerima bagian dari panen
meskipun bagiannya memang menjadi semakin mengecil.
KONSEP MODERNISASI
Modernisasi
merupakan suatu proses yang sistematik, artinya bahwa modernisasi
melibatkan terjadinya perubahan perilaku pada semua aspek di masyarakat termasuk
di dalamnya aspek industri, urbanisasi dan lain-lain. Modernisasi juga
diartikan sebagai suatu proses yang transformatif yang berarti bahwa
untuk mencapai status yang modern maka nilai-nilai dan struktur
tradisional harus dirombak secara total dan digantikan oleh nilai dan struktur
modern. Selanjutnya modernisasi juga melibatkan adanya proses yang terus
menerus atau immanent, di mana sekali telah terjadi perubahan pada satu
aspek dalam masyarakat maka akan mempengaruhi aspek lain untuk juga
mengadakan perubahan. Sehingga dengan proses yang immanent ini maka
teori modernisasi cenderung untuk memfokuskan pada faktor internal
masyarakat sebagai sumber perubahan pada negara dunia ketiga (Suwarsono;
1994; 22-23)
Penggunaan istilah modern selalu
dipertentangkan dengan tradisional. Modern merupakan simbol kemajuan, pemikiran
rasional, cara kerja efisien dan merupakan ciri masyarakat maju. Sebaliknya
masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang belum maju dengan ditandai
cara berpikir irasional serta cara kerja yang tidak efisien. Menurur teori
modernisasi, faktor-faktor non material sebagai penyebab kemiskinan khususnya
dunia ide atau alam pikiran. Durkheim berpendapat bahwa modernisasi menyebabkan
runtuhnya nilai-nllai tradisi.
Teori
modernisasi menganggap bahwa negara-negara terbelakang akan menempuh jalan sama
dengan negara industri maju di Barat sehingga kemudian akan menjadi negara
berkembang pula melalui proses modernisasi (lihat Light, Keller and Calhoun,
1989). Teori ini berpandangan bahwa masyarakat-masyarakat yang belum berkembang
perlu mengatasi berbagai kekurangan dan masalahnya sehingga dapat mencapai
tahap "tinggal landas" (take-offl ke arah perkembangan ekonomi.
Lerner
dalam Dube (1988) menyatakan bahwa kepribadian modern dicirikan oleh :
1)
Empati
: kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
2)
Mobilitas
: kemampuan untuk melakukan “gerak sosial” atau dengan kata lain kemampuan
“beradaptasi”. Pada masyarakat modern sangat memungkinkan terdapat perubahan
status dan peran atau peran ganda. Sistem stratifikasi yang terbuka sangat
memungkinkan individu untuk berpindah status.
3)
Partisipasi
: Masyarakat modern sangat berbeda dengan masyarakat tradisional yang kurang
memperhatikan partisipasi individunya. Pada masyarakat tradisional individu
cenderung pasif pada keseluruhan proses sosial, sebaliknya pada masyarakat
modern keaktifan individu sangat diperlukan sehingga dapat memunculkan gagasan
baru dalam pengambilan keputusan.
Konsep yang disampaikan oleh Lerner
tersebut semakin memperkokoh ciri masyarakat modern Schoorl, yaitu pluralitas
dan demokrasi. Perkembangan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern
baik yang diajukan oleh Schoorl maupun Dube tak ubahnya analogi pertumbuhan
biologis mahkluk hidup, suatu analogi yang disampaikan oleh Spencer.
Lebih lanjut Dube menjelaskan kelemahan
modernisasi antara lain :
1)
Modernisasi
yang mendasarkan pada penggunaan ilumu pengetahuan dan teknologi pada
organisasi modern tidak dapat diikuti oleh semua negara.
2)
Tidak
adanya indikator sosial pada modernisasi.
3)
Keterlibatan
negara berkembang diabaikan, konsep persamaan hak dan keadilan sosial antara
negara maju dan berkembang tidak menjadi sesuatu yang penting untuk
dibicarakan.
4)
Modernisasi
yang mendasarkan pada penggunaan iptek pada organisasi modern tidak dapat
diikuti oleh semua negara.
5)
Tidak
adanya indikator sosial pada modernisasi.
6)
Keberhasilan
negara barat dalam melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan kolonial
yang mereka miliki sehingga mampu mengeruk SDA dengan mudah dari negara berkembang
dengan murah dan mudah.
Keberhasilan negara barat dalam
melakukan modernisasi disebabkan oleh kekuasaan kolonial yang mereka miliki
sehingga mampu mengeruk sumberdaya alam dari negara berkembang dengan murah dan
mudah. Modernisasi tidak ubahnya seperti kolonialisme gaya baru dan engara maju
diibaratkan sebagai musang berbulu domba oleh Dube. Dube selain mengkritik
modernisasi juga memberikan berbagai masukan untuk memperbaiki modernisasi.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan lebih “memanusiakan manusia”.
Smelser : Differensiasi Struktural
Baginya modernisasi akan
selalu melibatkan diferensiasi struktural. Ini terjadi karena, dengan proses
modernisasi, ketidakteraturan masyarakat yang menjalankan berbagai fungsi yang
lebih khusus. Bangunan bari ini sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari
berbagai substruktur yang terkait dalam menjalankan keseluruhan fungsi yang
dilakukan oleh bangunan struktur lama. Perbedaannya, setelah adanya
diferensiasi struktural, pelaksanaan fungsi akan dapat dijalankan secara
efisien.
Implikasi Kebijaksanaan pembangunan
Pertama, teori
modernisasi membantu memberikan secara implisit pembenaran hubungan kekuatan
yang bertolak-belakang antara masyarakat ”tradisional” dan ”modern”. Kerena
Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat disebut sebagai negara maju dan
negara Dunia Ketiga dikatakan sebagai tradisional dan terbelakang, maka negara
Dunia Ketiga perlu melihat dan menjadikan Amerika Serikat dan negara-negara
Eropa Barat sebagai model dan panutan.
Kedua, teori
modernisasi menilai idiologi komunisme sebagai ancaman pembangunan negara Dunia
Ketiga, jika negara Dunia Ketiga hendak melakukan modernisasi, mereka perlu
menempuh arah yang telah dijalani oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa
Barat, dan oleh karena itu mereka hendaknya berdiri jauh dari pahan komunisme.
Untuk mencapai tujuan itu, teori modernisasi menyarankan agar negara Dunia
Ketiga melakukan pembangunan ekonomi, meninggalkan dan mengganti nilai-nilai
tradisional dan melembagakan demokrasi politik.
Ketiga, teori
modernisasi mampu memberikan legitimasi tentang perlunya bantuan asing,
khususnya dari Amerika Serikat. Jika dan kerena yang diperlukan negara Dunia
Ketiga adalah kebutuhan investasi produktif dan pengenalan nilai-nilai modern,
maka Amerika dan megara maju lainnya dapat membantu dengan mengirimkan tenaga ahli,
mendorong para pengusaha untuk melakukan investasi di luar negeri dan
memberikan bantuan untuk negara Dunia Ketiga.
Hasil Kajian Konsep Modernisasi Klasik
Inkeles: Manusia Modern
Menurut Inkeles, mausia modern
akan memiliki berbagai karakteristik pokok berikut ini:
»
Terbuka terhadap pengalaman baru. Ini berarti, bahwa
manusia modern selalu berkeinginan untuk mencari sesuatu yang baru.
»
Manusia modern akan memilki sikap untuk semakin
independen terhadap berbagai bentuk otoritas tradisional, seperti orang tua,
kepala suku dan raja.
»
Manusia modern percaya terhadap ilmu pengetahuan,
termasuk percaya akan kemampuannya untuk menundukkan alam semesta.
»
Manusia modern memiliki orientasi mobilitas dan ambisi
hidup yang tinggi. Mereka berkehendak untuk meniti tangga jenjang pekerjaannya.
»
Manusia modern memilki rencana jangka panjang. Mereka
selalu merencanakan sesuatu jauh didepan dan mengetahui apa yang kan mereka
capai dalam waktu lima tahun kedepan.
»
Manusia modern aktif terlibat dalam percaturan politik.
Mereka bergabung dengan berbagai organisasi kekeluargaan dan berpartisipasi
aktif dalam urusan masyarakat lokal.
Kritik Terhadap Konsep Modernisasi
Pengkritik meyatakan
keberatannya pada asumsi teori fungsionalisme, tentang pertentangan antara
tradisi dengan modern. Pertama, menanyakan tentang apakah sesungguhnya yang
disebut dengan tradisi? Apakah benar bahwa Dunia Ketiga memiliki seperangkat
nilai tradisional yang hogen dan harmonis? Menurut mereka, negara Dunia Ketiga
memiliki sistem nilai yang heterogen. Di negara Dunia Ketiga , misalnya, dapat
dijumpai nilai tradisional kebesaran yang dimilki oleh para elite
masyarakatnya, dan sekaligus juga nilai tradisional kebanykan yang dimilki oleh
massa rakyat banyak. Elite masyarakat memilki rasa dan apresiasi yang tinggi
terhadap puisi, lukisan, tarian, pemburuan, kenikmatan, dan filsafat; sementara
massa rakyat banyak memberikan rasa apresiasi yang tinggi pada kerja keras,
ketekunan, kehematan, dan ketidaktergantungan pada penghasilan.
Kedua, menanykan
tentang apakah sesungguhnya nilai tradisional dan nilai modern selalu bertolak
belakang? Disatu pihak, menut pengkritik, dalam masyarakat tradisional juga
terdapat nilai-nilai modern. Sebagai contoh, didalam masyarakat tradisisonal
Cina yang memberikan nilai penting pada status warisan dan bawaan, disaat yang
sama juga memberikan nilai penting pada sistem ujian yang tidak mengenal
hubungan pribadi dan juga menekankan pentingnya kebutuhan berprostasi. Di pihak
lain, nilai-nilai tradisional juga dijumpai dan hadir dengan tagar
ditengah-tengah masyarakjat modern. Nilai-nilai khusus, seperti usia, suku,
jenis kelamin, tidak mungkin dapat dihilangkan sama sekali dalam, misalnya,
proses penarikan dan promosi tenaga kerja pada birokrasi modern. Oleh karena
itu, menurut pengkritik ini, nilai tradisional dan nilai modern akan selalu
hidup berdampingan.
Ketiga, menyatakan
tentang apakah sesungguhnya nilai-nilai tradisional selalu menghambat
modernisasi? Apakah selalu diperkirakan untuk menghilanghkan nilai-nilai
tradisional jika hendak mencapai modernisasi?. Bagi pengritik, terkadang
nilai-nilai tradisional sangat membantu dalam upaya modernisasi. Sekadar
contoh, dalam proses modernsasi Jepang. Nilai-nilai tradisional seperti
”loyalitas tanpa batas pada kaisar” akan dengan mudah untuk diubah menjadi
”loyalitas pada perusahaan”, yang akan membantu meningkatkan produktivitas
tenaga kerja dan mengurangi perputaran dan perpindahan tenaga kerja
antarperusahaan.
Terakhir, pengritik
meragukan tentang kemampuan proses modernisasi untuk secara total menghapuskan
niali tradisional. Untuk pengkritik dengan jelas menyatakan, bahwa nilai
tradisisonal memang masih akan selalu hadir ditangah proses modernsasi. Ini
seperti yang telah dijelaskan oleh teori kelambatan budaya (cultural lag
theory), bahwa nilai tradisional masih akan tetap hidup untuk jangka waktu yang
panjang, sekalipun faktor situasi awal yang menumbuhkan nilai tradisional
tersebut telah tiada.
Hasil Kajian Baru Konsep Modernisasi
Dengan adanya berbagai
pengritik tentang teori modernisasi klasik, maka teori ini menguji kembali
berbagai asumsi dasarnya. Jika demikian halnya, maka hasil kajian baru ini,
dalam batas-batas tertentu yang berarti, berbeda dengan teori modernisasi
klasik dalam beberapa landas pijak berikut ini.
Pertama, hasil kajian
baru teori modernsasi ini sengaja menghindar untuk memperlakukan nilai-nilai
tradisional dan modern sebagai dua pengkat sistem nilai yang secara total
bertolak belakang. Dalam hasil kajian baru ini, dua perangkat sistem nilai
tersebut bukan saja dapat saling mewujud saling berdampingan, tetapi bahkan
dapat saling mempengaruhi dan bercampur satu sama lain. Disamping itu, hasil
kajian batu ini tidak lagi melihat bahwa nilai tradisional merupakan faktor
penghambat pembangunan, bahkan sebaliknya, kajian baru ini secara
sungguh-sungguh hendak berusaha menunjukkan sumbangan positif yang dapat
diberikan oleh sistem nilai tradisional. Konsepsi ini telah banyak membukua
pintu dan merumuskan agenda penelitian baru, yang oleh karenanya, peneliti
teori modernisasi, kemudian lebih banyak memberikan perhatian kepada pengkajian
nilai-nilai tradisonal (seperti: familisme, agama rakyat, budaya lokal),
dibanding pada masa-masa sebelumnya.
Kedua, secara
metodologis, kajian baru ini juga berbeda. Hasil harya baru ini tidak lagi
berstandar teguh pada pada analisa yang abstrak dan tipologi, tatapi lebih
cenderung untuk menberikan perharian yang seksama pada kasus-kasus nyata. Hasil
kajian baru ini tidak lagi merupakan unsur keunikan sejarah. Sejarah sering
dibggap sebagai faktor yang signifikan untuk menjelaskan pole perkembangan dari
satu negara tertentu. Bahkan dalam kajian kasus-kasus yang mendalam sering di
jumapi dibantui dengan analisa dari perspektif studi bandingnya. Karya baru ini
secar jernih menanyakan berbagai kemungkinan dan sebab mengapa seperangkat
pranarta sosial yang sama memainkan pern yang berbeda di negara yang berbeda.
Ketiga, sebagai
akibat dari perhatiannya terhadap sejarah dan analisa anggapan tentang gerak
satu arah pembangunan yang menjadikan barat sebagi satu-satunya model. Sebagai
gantinya, karya-karya penelitian ini kemudian begitu saja menerima kenyataan
bahwa negara Dunia Ketiga dapat memilki kesermpatan untuk menempuh arah dan
menentukan model pembangunannya sendiri.
Terakhir, hasil
kajian baru teori moderinsasi ini lebih memberikan perhatian pada faktor
eksternal (lingkungan internasional) dibanding pada masa sebelumnya. Sekalipun
perhatian utamanya masih pada faktor internal, perana faktor internasional
dalam mempengaruhi proses pembangunan Negar Dunia Ketiga ini juga menaruh
perhatian pada faktor konflik. Bahkan dalam analisanya, karya baeru ini sering
berhasil mengintegrasikan dengan baik faktor konflik kelas, dominasi idiologi
dan peranan agama.
Tabel persamaan dan perbedaan
antara konsep modernisasi klasik dengan konsep modernisasi baru
|
Konsep Modernisasi Klasik
|
Teori Modernisasi Baru
|
Persamaaan
|
|
|
Keprihatinan
|
Negara Dunia Ketiga
|
Sama
|
Tingkat analisa
|
Nasional
|
Sama
|
Variable pokok
|
Faktor internal:
Nilai-nilai budaya pranata sosial
|
Sama
|
Konsep pokok
|
Tradisional dan modern
|
Sama
|
Implikasi kebijaksanaan
|
Modernisasi memberi muatan positif
|
Sama
|
Perbedaan
|
|
|
Tradisi
|
Sebagai penghalang pembangunan
|
Faktor positif pembangunan
|
Metode kajian
|
Abstrak dan kontruksi tipologi
|
Studi kasus dan analisa sejarah
|
Arah pembangunan
|
Garis lurus dan menggunakan USA dan negara-negara Eropa
Barat sebagai model
|
Berarah dan mermodel banyak
|
Faktor ekstern dan konflik
|
Tidak memperhatikan
|
Lebih memperhatikan
|
Modernisasi Di Indonesia
Negara Indonesia merupakan
Negara yang sedang berkembang yang sedang berupaya membangun masyarakatnya dari
masyarakat tradisional ke masyarakat modern. Hal itu dilakukan dengan adanya
pembangunan masyarakat secara keseluruhan dalam bidang modernisasi.
Tujuannya adalah meningkatkan
kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia agar setara dengan masyarakat
modern bangsa lain. Oleh sebab itu modernisasi di Indonesia dapat dikatakan
terbuka, artinya bahwa dalam proses modernisasi tidak tertutup kemungkinan
untuk menerima unsur-unsur dari luar. Namun tentunya harus ada filterisasi
(penyaringan) terhadap unsur-unsur dari luar.
Gejala-gejala yang tampak dari
proses modernisasi di Indonesia meliputi segala bidang, baik teknologi,
politik, sosial, ekonomi, agama dan kepercayaan.