Kearifan lokal dapat
didefinisikan sebagai suatu sintesa budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor
lokal melalui proses yang berulang-ulang, melalui internalisasi dan
interpretasi ajaran agama dan budaya yang disosialisasikan dalam bentuk
norma-norma dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat.
Kearifan lokal merupakan tata aturan tak tertulis yang menjadi acuan masyarakat
yang meliputi seluruh aspek kehidupan, berupa (1) tata aturan yang menyangkut
hubungan antar sesama manusia, misalnya dalam interaksi sosial baik antar individu
maupun kelompok, yang berkaitan dengan hirarkhi dalam kepemerintahan dan adat,
aturan perkawinan, tata karma dalam kehidupan sehari-hari; (2) tata aturan menyangkut
hubungan manusia dengan alam, binatang, tumbuh-tumbuhan yang lebih bertujuan
pada upaya konservasi alam; (3) tata aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan
yang gaib, misalnya Tuhan dan roh-roh gaib. Kearifan lokal dapat berupa adat
istiadat, institusi, kata-kata bijak, pepatah.
Dilihat dari keasliannya,
kearifan lokal bisa dalam bentuk aslinya maupun dalam bentuk reka cipta ulang (institutional
development) yaitu memperbaharui institusi-institusi lama yang pernah berfungsi
dengan baik dan dalam upaya membangun tradisi, yaitu membangun seperangkat institusi
adat-istiadat yang pernah berfungsi dengan baik dalam memenuhi kebutuhan
sosial-politik tertentu pada suatu masa tertentu, yang terus menerus direvisi
dan direkacipta ulang sesuai dengan perubahan kebutuhan sosial-politik dalam
masyarakat. Perubahan ini harus dilakukan oleh masyarakat lokal itu sendiri,
dengan melibatkan unsur pemerintah dan unsur non-pemerintah, dengan kombinasi pendekatan
top-down dan bottom-up.
Kearifan lokal
merupakan salah satu produk kebudayaan. Sebagai produk kebudayaan, kearifan lokal
lahir karena kebutuhan akan nilai, norma dan aturan yang menjadi model untuk (model
for) melakukan suatu tindakan. Kearifan lokal merupakan salah satu sumber
pengetahuan (kebudayaan) masyarakat, ada dalam tradisi dan sejarah, dalam
pendidikan formal dan informal, seni, agama dan interpretasi kreatif lainnya.
Diskursus kebudayaan memungkinkan pertukaran secara terus menerus segala macam
ide dan penafsirannya yang meniscayakan tersedianya referensi untuk komunikasi
dan identifikasi diri. Ketika gelombang modernisasi, globalisasi melanda
seluruh bagian dunia, maka referensi yang berupa nilai, symbol, pemikiran
mengalami penilaian ulang. Ada pranata yang tetap bertahan (stabil), tetapi
tidak sedikit yang berubah, sedang membentuk dan dibentuk oleh proses sosial.
(HARMONI, Jurnal Multikultural dan
Multireligius, Volume IX, Nomor 34, 2010).
Kearifan lokal atau
sering disebut lokal wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan
menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap
sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di
atas, disusun secara etimologi, di mana wisdom dipahami sebagai kemampuan
seseorang dalam menggunakan akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap
sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi.
Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan sebagai
‘kearifan/kebijaksanaan’.
Lokal secara spesifik
menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula.
Sebagai ruang interaksi yang sudah didesain sedemikian rupa yang di dalamnya
melibatkan suatu pola-pola hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia
dengan lingkungan fisiknya. Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut
disebut settting. Setting adalah sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat
menyusun hubungan-hubungan face to face dalam lingkungannya. Sebuah setting
kehidupan yang sudah terbentuk secara langsung akan memproduksi nilai-nilai.
Nilai-nilai tersebut yang akan menjadi landasan hubungan mereka atau menjadi
acuan tingkah-laku mereka.
Menurut
Koentjaraningrat, Kearifan lokal memiliki dimensi sosial dan budaya yang kuat,
karena memang lahir dari aktivitas perlakuan berpola manusia dalam kehidupan
masyarakat. Kearifan lokal dapat menjelma dalam berbagai bentuk seperti ide,
gagasan, nilai, norma, dan peraturan dalam ranah kebudayaan, sedangkan dalam
kehidupan sosial dapat berupa sistem religious, sistem dan organisasi
kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup dan sistem
teknologi dan peralatan.(Ringkasan
Kajian Kearifan Lokal, 2006)
Keraf (2002),
mengatakan bahwa kearifan lokal/tradisional adalah semua bentuk pengetahuan,
keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yanag
menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.
Dijelaskan pula bahwa kearifan lokal/tradisional merupakan bagian dari etika
dan moralitas yang membantu manusia untuk menjawab pertanyaan moral apa yang
harus dilakukan, bagaimana harus bertindak khususnya di bidang pengelolaan lingkungan dan sumberdaya .(Ringkasan Kajian Kearifan Lokal, 2006)
Selain itu, Kearifan
lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang muncul dari periode panjang
yang berevolusi bersama-sama masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal
yang sudah dialami bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat
dalam masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi
potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama
secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekadar
sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu
mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh keadaban.
Secara substansial,
kearifan lokal adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai
yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari
masyarakat setempat. Oleh karena itu, sangat beralasan jika Greertz mengatakan
bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan
martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang di
dalamnya berisi unsur kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal dari para
elit dan masyarakatnya adalah yang menentukan dalam pembangunan peradaban
masyarakatnya.
Untuk memahami
bagaimana kearifan lokal berkembang dan tetap bertahan, maka perlu pemahaman
dasar mengenai proses-proses kejiwaan yang membangun dan mempertahankannya.
Proses-proses itu meliputi pemilihan perhatian (selective attention), penilaian
(appraisal), pembentukan dan kategorisasi konsep (concept formation and
categorization), atribusi-atribusi (attributions), emotion, dan memory. Adapun
penjelasan lebih lanjut mengenai proses-proses di atas sebagai berikut.
a) Selective
Attention
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang
pasti selalu berhadapan dengan banyak stimulus sehingga para ahli jiwa sepakat
bahwa semua stimulus tidak mungkin untuk diproses. Oleh karena itu, individu
dalam menghadapi banyaknya stimulus tersebut akan melakukan apa yang disebut
sebagai selective attention. Selective attention merupakan proses tempat
seseorang melakukan penyaringan terhadap stimulus yang dianggap sesuai atau yang
mampu menyentuh perasaan. Oleh karena kapasitas sistem sensasi dan perseptual
kita terbatas, maka harus belajar bagaimana caranya membatasi jumlah informasi
yang kita terima dan diproses.
Terkait dengan proses pembentukan kearifan
lokal, maka proses pemilihan perhatian menyediakan mekanisme kejiwaan untuk
membatasi informasi-informasi yang diterima dan diproses. Dalam kehidupan
pesantren, terdapat banyak informasi-informasi ajaran-ajaran mengenai tata cara
berperilaku santri yang berasal dari kitab-kitab kuning. Oleh karena kapasitas
sistem sensasi dan perseptual kita terbatas, maka kita perlu membatasi
informasi-informasi yang masuk dengan menetapkan beberapa informasi untuk kita
terima, misalnya Prakarsa yaitu kemampuan pegawai untuk mengambil keputusan langkah-langkah atau melaksanakan semua tindakan yang
diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari
pimpinan.
b) Appraisal
Beberapa stimulasi yang telah dipilih secara
konstan akan dinilai. Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap stimulus
yang dianggap memiliki arti bagi kehidupan seseorang dan yang mampu menimbulkan
reaksi-reaksi emosional. Hasil penilaian ini adalah keputusan yang berupa
respon-respon individu, yang oleh Lazarus disebut coping (penyesuaian). Proses
ini relevan dengan terbentuknya pengetahuan atau kearifan lokal karena
pemilihan terhadap informasi yang masuk lebih menekankan pada pertimbangan
berguna bagi kehidupan mereka.
Terkait dengan pembentukan dan berkembangnya
kearifan lokal ini, maka proses appraisal ini menyediakan sebuah mekanisme
kejiwaan di mana kita secara aktif menilai informasi yang masuk dan kita proses
hanya yang bermakna bagi kita. Misalnya, Prestasi Kerja yaitu hasil kerja yang
dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Pada
umumnya, prestasi kerja dipengaruhi oleh kecakapan, pengalaman dan kesungguhan
PNS yang bersangkutan.
c) Concept
Formation and Categorization
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang
menghadapi stimulus yang banyak dan tidak mungkin diikuti semuanya. Semua
orang, benda-benda, tempat-tempat, kejadian-kejadian, dan aktivitas yang kita
alami tidak mungkin dapat diterima dan disajikan oleh pikiran kita dalam sebuah
unit informasi yang bebas. Oleh karena itu, melalui mekanisme kejiwaan dibuat
gambaran mental yang digunakan untuk menjelaskan benda-benda, tempat-tempat,
kejidian-kejadian, dan aktivitas yang kita alami yang kemudian disebut konsep.
Melalui konsep-konsep seseorang dapat mengevaluasi informasi-informasi, membuat
keputusan-keputusan, dan bertindak berdasarkan konsep tersebut.
Kategorisasi adalah proses tempat
konsep-konsep psikologis dikelompokkan. Studi mengenai pembentukan kategori
melibatkan pengujian bagaimana seseorang mengklasifikasikan
peristiwa-peristiwa, benda-benda, aktivitas-aktivitas ke dalam konsep-konsep.
Pembentukan konsep dan kategorisasi memberikan cara untuk mengatur perbedaan
dunia sekeliling kita menjadi sejumlah kategori-kategori tertentu.
Kategori-kategori tersebut didasarkan pada sifat-sifat tertentu dan objek yang
kita rasa atau serupa secara kejiwaan.
Terkait dengan pembentukan dan berkembangan
kearifan lokal, maka pada bagian pembentukan konsep dan kategorisasi ini
menyediakan kepada kita cara-cara untuk mengorganisasikan perbedaan
ajaran-ajaran tingkah-laku yang ada di sekitar kita ke dalam sejumlah kategori
berdasarkan kepentingan tertentu. Misalnya kesetian yaitu tekad dan kesanggupan
untuk mentaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh
kesabaran dan tanggungjawab. Sikap ini dapat dilihat dari perilaku sehari-hari
serta perbuatan pegawai dalam melaksanakan tugas.
d) Attributions
Satu karakteristik umum dari manusia adalah
perasaan butuh untuk menerangkan sebab-sebab peristiwa dan perilaku yang
terjadi. Attributions yang menjadi satu karakter diri yang menggambarkan proses
mental untuk menghubungkan (membuat pertalaian) antara satu peristiwa dengan
peristiwa lainnya atau satu perilaku dengan perilaku atau peristiwa lainnya.
Attribution ini membantu kita untuk menyesuaikan informasi baru mengenai
dunianya dan membantu mengatasi ketidaksesuaian antara cara baru dengan cara
lama dalam memahami sesuatu.
Terkait dengan pembentukan dan berkembangannya
kearifan lokal, maka pada bagian attribution ini menyediakan fungsi-fungsi
penting dalam kehidupan kita untuk mengorganisasikan informasi-informasi yang
bermakna bagi kita secara kejiwaan dengan mengontrol antara intention (niat)
dengan perilaku. Misalnya ketaatan yaitu kesanggupan pegawai untuk mentaati
segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku,
mentaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang-wenang
serta kesanggupan untuk tidak melanggar aturan yang telah ditentukan.
e) Emotion
Emosi adalah motivator yang paling penting
dari perilaku kita yang dapat mendorong seseorang untuk lari jika takut dan
memukul jika sedang marah. Emosi adalah perangkat penting yang terbaca untuk
memberitahu kepada kita cara untuk menginterpretasikan peristiwa dan situasi di
sekeliling kita pada saat kita melihatnya.
Terkait dengan pembentukan dan
berkembangannya kearifan lokal, maka pada bagian emotion ini menyediakan kepada
kita dorongan-dorongan untuk melakukan sesuatu sesuai kebutuhan kita. Misalnya tanggungjawab
yaitu kesanggupan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan tugas yang diserahkan
kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani menanggung
resiko atas keputusan yang telah diambil atau tindakan yang dilakukannya.
Semua proses kejiwaan di atas, merupakan
proses yang saling berinteraksi satu sama lain sehingga dapat digambarkan
rangkaian kejiwaan pembentukan dan berkembanganya kepatuhan. Kepatuhan sebagai
informasi umum menjadi informasi khusus, yaitu kepatuhan sebagai sistem
motivator nilai dalam diri santri untuk melakukan aktivitas-aktivitas selama di
pesantren. Kepatuhan sebagai bantuk kearifan lokal yang berlaku di pesantren
dapat menjadi energi potensial untuk proses transfer dan internalisasi
nilai-nilai keislaman melalui kiai sebagai model yang dipatuhi. (Jurnal Studi Islam dan Budaya ‘Ibda` Vol. 5
No. 1, 2009
Di dalam kehidupan
masyarakat Bugis Makassar terdapat nilai-nilai sosial yang membentuk
kearifan lokal (local wisdom) dan
telah dianut serta menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, yaitu
- Saling Menghargai (Sipakatau)
Saling Menghargai adalah konsep yang memandang setiap manusia
sebagai manusia. Sipakatau yang bermakna
saling menghargai sebagai individu yang bermartabat. Nilai-nilai Sipakatau menunjukkan
bahwa budaya Bugis-Makassar memposisikan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
yang mulia dan oleh karenanya harus dihargai dan diperlakukan secara baik.
Semangat ini mendorong tumbuhnya sikap dan tindakan yang diimplementasikan
dalam hubungan sosial yang harmonis yang ditandai oleh adanya hubungan
intersubyektifitas dan saling menghargai sebagai sesama manusia. Penghargaan
terhadap sesama manusia menjadi landasan utama dalam membangun hubungan yang
harmonis antarsesama manusia serta rasa saling menghormati terhadap keberadaban
dan jati diri bagi setiap anggota kelompok masyarakat.
- Konsep Nilai Sipakatau
Dalam budaya Bugis-Makassar Nilai-nilai Sipakatau memposisikan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mulia dan oleh karenanya harus dihargai dan diperlakukan secara baik yang diimplementasikan dalam hubungan sosial yang harmonis yang ditandai oleh adanya hubungan intersubyektifitas dan saling menghargai sebagai sesama pegawai maupun pegawai dengan atasan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berwibawa. Sipakatau (Saling Menghargai) adalah sebagai individu yang bermartabat. (Mashadi, 2007).
- Harga Diri/Rasa malu dan Perikemanusian (Siri'na pacce)
Dalam pengertian harfiahnya, siri’
adalah sama dengan rasa malu. Dan, kata siri’ ini akan berarti harkat (value),
martabat (dignity), kehormatan (honour), dan harga diri (high
respect) apabila dilihat dari makna kulturalnya. Jadi, perlu dibedakan
pengertian harfiahnya dengan pengertian kulturalnya. Bagi orang Bugis-Makassar,
pengertian kulturalnya itulah yang lebih menonjol dalam kehidupan sehari-hari
apabila dia menyebut perkataan siri’
karena siri’ adalah dirinya sendiri. Siri’ ialah soal malu yang erat
hubungannya dengan harkat, martabat, kehormatan, dan harga diri sebagai seorang
manusia.
Pacce’ dalam pengertian harfiahnya berarti “ pedih
“, dalam makna kulturalnya pacce berarti juga belas kasih,
perikemanusiaan, rasa turut prihatin, berhasrat membantu, humanisme universal. Jadi, pacce’ adalah perasaan
(pernyataan) solidaritas yang terbit dari dalam kalbu yang dapat merangsang
kepada suatu tindakan. Ini merupakan etos (sikap hidup) orang Bugis-Makassar
sebagai pernyataan moralnya. Pacce’ diarahkan keluar dari dirinya,
sedangkan siri’ diarahkan kedalam dirinya. Siri’ dan pacce’
inilah yang mengarahkan tingkah laku masyarakatnya dalam pergaulan sehari-hari
sebagai “motor“ penggerak dalam memanifestasikan pola-pola kebudayaan dan
sistem sosialnya.
- Pengertian siri’
Dalam pengertian harfiahnya,
siri’ adalah sama dengan rasa
malu. Dan, kata siri’ ini akan berarti harkat (value), martabat (dignity),
kehormatan (honour), dan harga diri (high respect) apabila
dilihat dari makna kulturalnya. Jadi, perlu dibedakan pengertian harfiahnya
dengan pengertian kulturalnya. Bagi orang Bugis-Makassar, pengertian
kulturalnya itulah yang lebih menonjol dalam kehidupan sehari-hari apabila dia
menyebut perkataan siri’ karena
siri’ adalah dirinya sendiri. Siri’ ialah soal malu yang erat
hubungannya dengan harkat, martabat, kehormatan, dan harga diri sebagai seorang
manusia.
Siri’ lebih sebagai sesuatu yang dirasakan bersama
dan merupakan bentuk solidaritas. Hal ini dapat menjadi motif penggerak penting
kehidupan sosial dan pendorong tercapainya suatu prestasi sosial masyarakat
Bugis-Makassar. Itulah sebabnya mengapa banyak intelektual Bugis cenderung
memuji siri’ sebagai suatu
kebajikan. Mereka hanya mencela apa yang mereka katakan sebagai bentuk
penerapan siri’ yang salah
sasaran. Menurut mereka, siri’
seharusnya dan biasanya, memang seiring sejalan dengan pacce’ (Makassar) /
pesse (Bugis).
- Pengertian pacce’
Pacce’ dalam pengertian harfiahnya berarti “pedih“,
dalam makna kulturalnya pacce
berarti juga belas kasih, perikemanusiaan, rasa turut prihatin, berhasrat
membantu, humanisme universal. Jadi, pacce’
adalah perasaan (pernyataan) solidaritas yang terbit dari dalam kalbu yang
dpaat merangsang kepada suatu tindakan. Ini merupakan etos (sikap hidup) orang
Bugis-Makassar sebagai pernyataan moralnya. Pacce’ diarahkan keluar dari dirinya, sedangkan siri’ diarahkan kedalam dirinya. Siri’ dan pacce’ inilah yang mengarahkan tingkah laku masyarakatnya dalam
pergaulan sehari-hari sebagai “motor“ penggerak dalam memanifestasikan
pola-pola kebudayaan dan sistem sosialnya.
Melalui latar belakang pokok
hidup siri’ na pacce’ inilah
yang menjadi pola-pola tingkah lakunya dalam berpikir, merasa, bertindak, dan
melaksanakan aktivitas dalam membangun dirinya menjadi seorang manusia. Juga
dalam hubungan sesama manusia dalam masyarakat. Antara siri’ dan pacce’
saling terjalin dalam hubungan kehidupannya, saling mengisi, dan tidak dapat
dipisahkan yang satu dari lainnya. (Mashadi, 2007).
Dengan memahami makna dari siri’ dan pacce’, ada hal positif yang dapat diambil sebagai konsep
pembentukan hukum nasional, di mana dalam falsafah ini betapa dijunjungnya
nilai-nilai kemanusiaan – berlaku adil pada diri sendiri dan terhadap sesama –
bagaimana hidup dengan tetap memperhatikan kepentingan orang lain.
Membandingkan konsep siri’ dan pacce’ini dengan pandangan keadilan
Plato (428-348 SM) yang mengamati bahwa keadilan hanya merupakan kepentingan
yang lebih kuat (justice is but the interest of the stronger).
Nilai adalah hal yang yang
sangat dibutuhkan dalam setiap aspek kehidupan dan dalam konteks hukum, nilai
ini merupakan sesuatu yang menjadi landasan atau acuan dalam penegakan hukum,
nilai ini hidup dalam suatu masyarakat dan menjadi falsafah hidup dalam
masyarakat tertentu. Masyarkat Bugis mempunyai falsafah hidup yang sangat
dijunjungnya yaitu siri’ na pacce’.
Siri’
na pacce’ dalam masyarakat
Bugis sangat dijunjung tinggi sebagai falsafah dalam segala aspek kehidupan,
dan hal ini juga berlaku dalam aspek ketaatan masyakarat terhadap aturan
tertentu (hukum), dengan pemahaman terhadap nilai (siri’ na pacce’) ini sangat mempengaruhi masyakarat dalam
kehidupan hukumnya.
Siri’ yang merupakan konsep
kesadaran hukum dan falsafah masyarakat Bugis-Makassar adalah sesuatu yang dianggap
sakral. Siri’ na Pacce (Bahasa Makassar) atau Siri’ na Pesse’ (Bahasa Bugis)
adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan dari karakter orang Bugis-Makassar
dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Begitu sakralnya kata itu, sehingga
apabila seseorang kehilangan Siri’nya atau De’ni gaga Siri’na, maka tak ada
lagi artinya dia menempuh kehidupan sebagai manusia. Bahkan orang
Bugis-Makassar berpendapat kalau mereka itu sirupai olo’ kolo’e (seperti
binatang). Petuah Bugis berkata : Siri’mi Narituo (karena malu kita hidup).
Dengan adanya falsafah dan
ideologi Siri’ na pacce/pesse, maka keterikatan dan kesetiakawanan di antara
mereka mejadi kuat, baik sesama suku maupun dengan suku yang lain.
Konsep Siri’ na Pacce/pesse
bukan hanya di kenal oleh kedua suku ini, tetapi juga suku-suku lain yang
menghuni daratan Sulawesi, seperti Mandar dan Tator. Hanya saja kosa katanya
yang berbeda, tapi ideologi dan falsafahnya memiliki kesamaan dalam
berinteraksi.
The new Vegas casino is now $2 bln up to $100
BalasHapusThe Vegas Review-Journal reports 군산 출장안마 that a new casino 영천 출장샵 at Bellagio and Encore, named The 부산광역 출장샵 Cosmopolitan of Las 남양주 출장안마 Vegas in 2020, has 시흥 출장샵 begun construction.