Senin, 09 Januari 2012

Monitoring dan Evaluasi Program Pembangunan Politik di Indonesia dilihat dari aspek pendidikan politik



1)    Konsep Monitoring dan Evaluasi
Monitoring adalah suatu kegiatan observasi yang berlangsung terus menerus untuk memastikan dan mengendalikan keserasian pelaksanaan program dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
Evaluasi adalah suatu teknik penilaian kualitas program yang dilakukan secara berkala melalui metode yang tepat.
Aspek monitoring dan evaluasi diharapkan dapat mengidentifikasi manfaat dan dampak suatu aktivitas dan produk riset, baik bagi lingkungan internal maupun eksternalnya.
Monitoring dan evaluasi adalah suatu tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan siklus kegiatan, karena keberhasilan dan efektifitasnya sangat menentukan dalam usaha pencapaian hasil akhir kegiatan. Oleh karena itu merupakan suatu kesalahan besar bila susunan perencanaan kegiatan tidak ada monitoring dan evaluasinya.
Korelasi Monitoring dan Evaluasi, Evaluasi berbeda daripada monitoring, tapi relatif sangat dekat. Keduanya, monitoring dan evaluasi adalah alat manajemen. Pada kasus di dalam monitoring, informasi untuk mengetahui kemajuan menurut yang disetujui sebelumnya di dalam rencana dan jadwal rutin yang dikumpulkan. Ketidakcocokan antara aktual dengan pelaksanaan yang direncanakan haruslah dilakukan identifikasi dan koreksi.
Monitoring dan Evaluasi bertugas:
a.     Melakukan pengawasan, penilaian dan pemeriksaan atas rencana, pelaksanaan dan pengendalian program pembangunan politik di Indonesia;
b.    Melakukan evaluasi desain kebijakan, proses dan kualitas pendataan, serta efektivitas pelaksanaan program dalam rangka perbaikan kebijakan program pembangunan politik di Indonesia;
c.     Merumuskan strategi dan langkah-langkah yang terkoordinasi, cepat dan terintegrasi, untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan program pembangunan politik di Indonesia;
d.    Menerima, menelaah dan menindaklanjuti pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat sehubungan dengan pelaksanaan program program pembangunan politik di Indonesia.

2)    Konsep Politik
Politik adalah hal yang terkait langsung dengan kehidupan manusia. Pada intinya politik adalah seni untuk mengelola setiap bagian dari diri manusia. Mempelajari politik berarti membedah, memahami dan menerapkan seni pengelolaan hidup manusia. Sebagaimana prinsip seni lainnya, politik dapat dibentuk disiplin ilmunya sehingga dapat dipelajari secara sistematis dan disusun pedomannya.

3)    Konsep Pendidikan Politik
Pendidikan dan politik adalah dua elemen yang sangat penting dalam system sosial politik disetiap Negara, baik Negara maju maupun Negara berkembang. Keduanya sering dilihat sebagai bagian yang terpisah dan tidak memiliki hubungan apa-apa, tetapi keduanya saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat di Negara tersebut. Begitu juga sebaliknya, lembaga - lembaga dan proses politik di suatu Negara membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan disuatu Negara tersebut.
Pendidikan politik adalah aktivitas yang bertujuan untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi politik pada indvidu. Ia meliputi keyakinan konsep yang meiliki muatan politis, meliputi juga loyalitas dan perasaan politik serta pengetahuan dan wawasan politik yang menyebabkan seseorang memiliki kesadaran terhadap persoalan politik dan sikap politik. Di samping itu, ia bertujuan agar setiap individu mampu memberikan partisipasi politik yang aktif di masyarakatnya. Pendidikan politik merupakan aktivitas yang terus berlanjut sepanjang hidup manusia dan itu tidak mungkin terwujud secara utuk kecuali dalam sebuah masyarakat yang bebas.
Pendidikan politik dipahami sebagai perbuatan memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia, melalui proses dialogik yang dilakukan dengan suka rela antara pemberi dan penerima pesan secara rutin, sehingga para penerima pesan dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan bernegara.
Definisi pendidikan politik ini mengandung tiga anasir penting, yakni: Pertama, adanya perbuatan memberi latihan, ajaran, serta bimbingan untuk mengembangkan kapasitas dan potensi diri manusia. Kedua, perbuatan di maksud harus melalui proses dialogik yang dilakukan dengan suka rela antara pemberi dan penerima pesan secara rutin. Ketiga, perbuatan tersebut ditujukan untuk para penerima pesan dapat memiliki kesadaran berdemokrasi dalam kehidupan bernegara.Pada konteks Indonesia, pelaksanaan pendidikan politik tidak bisa begitu saja diharapkan atau diserahkan kepada pemerintah, sebab: Pertama, berdasarkan pengalaman rezim yang pernah berkuasa di Indonesia, belum ada indikasi kuat bahwa pemerintah yang sementara berkuasa, akan konsisten untuk melaksanakan pendidikan politik. Kedua, pemerintahan Indonesia yang di ”komandoi” oleh duet SBY-BOEDIONO hingga saat ini, belum mampu melahirkan suatu kebijakan penting dalam hal pendidikan politik bagi warga negara. Itu berarti, pendidikan politik, paling tidak untuk masa transisi (Baca: transisi dari rezim otoritarian menuju rezim yang demokratis) sekarang ini, akan lebih efektif dan maksimal jika dilaksanakan oleh organisasi-organisa si masyarakat sipil.
Untuk melihat secara lebih teliti pendidikan politik bangsa ini yang buruk bisa dicermati dari tiga poin penting, yakni (1) peristiwa politik, (2) elite politik, dan (3) partai politik. Ketiga poin tersebut sangat berpengaruh bagi baik buruknya pendidikan politik di negeri ini.
a.    Peristiwa politik
Peristiwa politik sebagai sebuah kenyataan yang berpengaruh bagi pendidikan politik bangsa seharusnya menunjukkan fenomena demokratis. Sehingga demokratisasi di tingkat warga negara berjalan dengan mengambil makna peristiwa politik yang demokratis. Akan tetapi, peristiwa politik Indonesia justru berulang kali mengingkari demokrasi. Pengingkaran demokrasi ini bisa dicatat, misalnya, pada saat kinerja politik Soekarno mulai otoriter (mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan pembubaran Konstituante). Peristiwa ini disebut pengingkaran demokrasi karena menunjukkan, kedaulatan rakyat ada di tangan presiden. Peristiwa ini bagi pendidikan politik bangsa adalah buruk.
Peristiwa politik berikutnya adalah naiknya Soeharto menjadi presiden tanpa proses demokratis dan dengan sejarah berda-rah (G30S) yang sampai kini sejarah tersebut masih mengundang banyak tanya. Inilah awal Orde Baru yang kemudian membangun sejarah gelap demokrasi Indonesia. Gelapnya demokrasi ini berjalan hingga 32 tahun. Peristiwa politik ini bagi pendidikan politik bangsa adalah buruk.
Runtuhnya rezim Orde Baru dan diserahkan pada BJ Habibie adalah juga peristiwa politik yang mengingkari demokrasi. Soeharto menyerahkan kekuasaannya tanpa sebuah pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban seorang presiden adalah keharusan dalam negara demokrasi. Peristiwa politik ini bagi pendidikan politik bangsa adalah buruk. Terpilihnya Abdurrahman Wahid menjadi presiden pun adalah peristiwa politik yang mengingkari demokrasi. Sebab naiknya Abdurrahman Wahid berarti melukai hati rakyat partai politik pemenang pemilu.
Peristiwa-peristiwa politik yang mengingkari demokrasi tersebut sesungguhnya tanpa disadari telah menanamkan dendam-dendam politik (luka hati sebagian rakyat Indonesia) yang pada akhirnya selalu menimbulkan persoalan dalam menjalankan demokrasi di Indonesia. Dengan demikian, pendidikan politik bangsa ini hakikatnya telah dinodai. Warga negara berulang kali menyaksikan peristiwa politik yang mengingkari demokrasi. Ini adalah pendidikan politik yang buruk bagi warga negara.
b.    Elite politik
Elite politik yang dimaksud di sini adalah salah satu elite yang dikemukakan Pareto, yaitu elite yang memerintah (SP Varma, Modern Political Theory, 1975). Elite politik ini dalam sejarah sering kali memainkan peran yang amat menentukan. Pernyataan elite politik bisa membius emosi dan pikiran rakyat. Karenanya bagi proses pendidikan politik bangsa, elite politik bisa menjadi lokomotif bagi jalannya demokrasi di sebuah negara. Di Indonesia hal tersebut cukup sulit terjadi.
Kesulitan-kesulitan tersebut tampak dari contoh mutakhir perilaku elite politik Indonesia (Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Amien Rais, Akbar Tandjung). Emosional dan tidak konsisten adalah perilaku yang ditampilkan mereka dalam mengelola negara ini. Perilaku yang emosional dan tidak konsisten ini tampak dari trik-trik politik di antara mereka yang tidak konstruktif (cara merespon kasus Ambon, pencabutan Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1966, pencopotan Laksamana Sukardi dan Jusuf Kalla, kasus Banser di Jawa Pos) sampai keengganan mereka melaksanakan agenda reformasi total (KKN Soeharto dan sebagainya) yang digagas mahasiswa. Bahkan tragedi Trisakti dan Semanggi pun sampai kini pengusutannya tidak jelas. Padahal mereka sebelumnya mengaku reformis.
Perilaku elite politik demikian adalah pendidikan politik yang buruk bagi warga negara. Warga negara kesulitan memastikan sebuah kebenaran dan memaknai keadilan.
c.     Partai politik
Salah satu fungsi partai politik adalah sosialisasi politik (Gabriel A Almond, Comparative Politics Today, 1974). Sosialisasi politik partai selain memiliki makna sosialisasi kepentingan partai politik juga dimaksudkan dalam kerangka upaya demokratisasi. Sehingga partai politik juga turut memberi kontribusi besar bagi upaya pendidikan politik menuju demokrasi.
Jikalau kita mengamati perkembangan partai politik Indonesia mutakhir maka fungsi sosialisasi politik tersebut berubah menjadi "provokasi politik". Hampir setiap partai politik di Indonesia membuat bulletin atau tabloid yang isinya provokasi. Dendam dan kebencian ditanamkan pada rakyat. Sehingga setelah membaca bulletin atau tabloid yang muncul dibenak pembaca adalah kebencian dan dendam antarsesama. Bukannya semangat untuk menghargai perbedaan. Ini adalah pendidikan politik yang buruk bagi warga negara.
Selain fungsi sosialisasi politik, partai politik menurut Almond juga memiliki fungsi komunikasi politik. Fungsi komunikasi politik ini dimaksudkan untuk menyampaikan ide atau gagasan-gagasan partai politik melalui media massa maupun media elektronik. Sehingga masyarakat merespon gagasan-gagasan partai politik. Komunikasi politik tersebut penting bagi upaya pendidikan politik menuju demokrasi.
Partai politik Indonesia saat ini memiliki kecenderungan tidak menampilkan gagasan-gagasan partai tetapi menunjukkan dengan gamblang praktik-praktik politik yang tidak demokratis dan konflik elite partai politik yang tidak konstruktif bagi jalannya demokrasi. Sebut saja, misalnya, pada saat Kongres I Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Semarang, Kongres I Partai Amanat Nasional di Yogyakarta, dan Muktamar I Partai Bulan Bintang di Jakarta, yang menunjukkan praktik dan konflik elite partai politik yang tidak konstruktif. Bahkan konflik elite partai politik tersebut sampai tulisan ini dibuat masih mewarnai berita di sejumlah media massa. Ini adalah pendidikan politik yang buruk bagi warga negara.
Selain fungsi partai yang menampilkan pendidikan politik yang buruk. Partai politik di Indonesia secara tidak sadar atau mungkin sadar telah membuka ruang militerisme di tubuh partai (satuan tugas-satuan tugas yang memang dilatih secara militer). Militerisme di tubuh partai ini berlawanan dengan semangat demokrasi. Satgas-satgas partai sering menampilkan militerisme di hadapan publik, misalnya, dengan cara kekerasan mengamankan pemimpin partai. Tampilan militerisme partai di depan publik ini adalah pendidikan politik yang buruk, karena dengan cara seperti itu tampak partai politik melegitimasi militerisme.

4)    Minimnya Pendidikan Politik dan Dampaknya pada Krisis Demokrasi
Politik adalah hal yang terkait langsung dengan kehidupan manusia. Pada intinya politik adalah seni untuk mengelola setiap bagian dari diri manusia. Mempelajari politik berarti membedah, memahami dan menerapkan seni pengelolaan hidup manusia. Sebagaimana prinsip seni lainnya, politik dapat dibentuk disiplin ilmunya sehingga dapat dipelajari secara sistematis dan disusun pedomannya. Sayangnya pendidikan politik di negeri ini masih didominasi oleh organisasi-organisasi sosial politik dan menjadi bidang studi elit di beberapa jurusan di perguruan tinggi. Sehingga sangat wajar jika masih banyak anggota masyarakat kita yang belum memahami hak-hak politiknya secara baik dan menyampaikan aspirasinya secara benar dalam konteks hukum.
Memang sangat menyedihkan jika melihat kondisi yang ada sekarang. Dengan tingginya praktek politik uang, pengumpulan massa secara besar-besaran dan rendahnya kualitas keilmuan serta wawasan para anggota legislatif dari tingkat daerah hingga pusat merupakan salah satu indikator. Hal Tersebut. tentunya menjadi semacam alasan kuat bagi elit-elit politik yang tergabung dalam organisasi-organisasi sosial politik untuk mengklaim bahwa kaderisasi serta pendidikan perpolitikan hanya bisa diselenggarakan secara baik dan benar melalui partai politik. Hal tersebut terkesan konyol dan sombong. Namun di sisi lain minimnya pendidikan politik di lembaga-lembaga pendidikan juga memberikan semacam dukungan atas klaim tersebut.
Selain itu proses pembelajaran perpolitikan sendiri berjalan separuh-separuh dan tidak menyatu dengan disiplin keilmuan lainnya. Kondisi tersebut tentunya menciptakan jurang pemahaman dan penerapan praktis atas politik yang beretika, benar dan efektif. Dimana hal tersebut akan mengancam pula sistem demokrasi yang terkelola dengan baik dan etis, bukan diselenggarakan secara anarkis serta dikuasai segelintir elit otoriter yang merasa memiliki hak untuk melindungi rakyat dari demokrasi itu sendiri.
Bahkan Socrates sendiri sudah memberikan peringatan bahaya demokrasi tanpa pendidikan politik etis yang baik dan benar. Bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan merupakan dogma berbahaya di lingkungan yang tidak dikendalikan sistem kepemimpinan yang bijak dan berwawasan. Jangan sampai demokrasi mati hanya karena rendahnya ilmu politik yang beretika dan berwawasan hukum yang benar. Serta tentu saja yang paling penting adalah kesejahteraan sosial yang adil dan beradab harus dapat terwujud dalam kerangka demokrasi yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan melalui aktivitas diskusi yang etis.
Oleh karena itu, pemantapan penerapan pendidikan politik dinilai akan semakin memperkuat karakter bangsa. Sebab, pendidikan politik akan memperdalam kesadaran tentang makna kearifan dan sikap bijak dalam membangun, mengembangkan, dan menjunjung tinggi demokrasi. Dimana dalam pemantapan pendidikan politik ada tiga hal yang harus dilakukan. Pertama, perbaikan struktur. Kedua, percepatan proses pendewasaan politik. Ketiga, pembangunan budaya politik. Sehingga orang bisa memandang politik itu sebagai sebuah kearifan, dan politisi dimaknai sebagai orang yang bijak. Jadi, bukan sebaliknya.
Berdasarkan tradisi yang sudah mengakar selama berabad-abad, bangsa Indonesia memiliki basis kultur yang bijak, arif dan adil sehingga kita sangat familiar dengan sikap tenggang rasa dan berlaku adil. contohnya, menjadi bangsa yang demokratis, sudah cukup lama didambakan rakyat Indonesia. Identifikasi harapan demokrasi tersebut, sesungguhnya bisa dilihat pada konstitusi RI yang menuangkan bahasa demokrasi seperti "kedaulatan rakyat", "suara terbanyak", "berserikat", dan "kebebasan menyatakan pendapat". Ini sejalan dengan kehendak ideal pendidikan politik. Yakni, melahirkan demokrasi menjadi kenyataan empiris yang membumi pada setiap warga negara. Hingga warga negara terlibat dalam penjagaan demokrasi yang dihasilkan dari pendidikan politik itu.
Arah pendidikan politik sesungguhnya adalah demokrasi itu sendiri. Kesadaran politik warga harus ditumbuhkan dengan proses pendidikan. Warga dapat melihat gambaran bahwa untuk memperjuangkan kepentingannya, ada berbagai kepentingan di luar dirinya yang harus diperhatikan, baik itu kepentingan hukum maupun kepentingan dari warga lainnya. Oleh karena itu, pemahaman masyarakat bahwa nilai moral berupa kearifan dan kesantunan politik, perlu segera ditanamkan dan diaplikasikan ke dalam dunia pendidikan dan kehidupan sehari-hari. Kebererhasilan menanamkan nilai-nilai kearifan politik ke dalam ranah pemikiran warga, sudah merupakan sukses tersendiri bagi sebuah bangsa. Pendidikan politik tidak harus sekadar teori. Pembelajaran dalam sikap dan perilaku sehari-hari, baik di rumah dan di lingkungan lainnya, adalah pelajaran politik yang sangat berharga.

B.     KESIMPULAN
1)    Saran dan Rekomendasi
Sebenarnya ada harapan yang begitu besar terhadap generasi penerus bangsa ini untuk siap meneruskan tongkat estafet kekuasaan.  Pada hakikatnya politik bukan untuk ditakuti atau dijauhi selayaknya barang haram. Politik hanya perlu dibersihkan dari hal-hal yang bersifat negatif. Politik bukan identik dengan kelicikan dan penipuan. Politik juga bukan ekspresi penindasan dan ketidakadilan. Semua citra negatif yang terbangun harus diminimalisir. Politik harus tetap membangun eksistensi moralitasnya sendiri.  Politik bagaimanapun juga tidak bisa dilepaskan begitu saja dari nilai-nilai kemanusiaan. Baik pemilih pemula secara khusus maupun masyarakat secara umum harus diletakkan sebagai subjek politik. Semoga bangsa ini akan menuai generasi penerus yang memiliki kesadaran berpolitik  tanpa meninggalkan hati nurani sebagai manusia. Tetap kritis dengan sikap dan ide yang tetap konstruktif. Akhirnya bangsa ini akan mampu mewujudkan kehidupan yang lebih layak.
Sejumlah peristiwa politik, perilaku elite politik, dan partai politik yang dikemukakan di atas adalah kenyataan politik Indonesia. Ketiga hal tersebut di atas sesungguhnya secara tidak langsung maupun langsung telah mendidik watak politik warga negara. Sungguh hal tersebut sangat disesalkan. Sebab telah mengeluarkan ongkos sosial yang amat besar. Kerugian material maupun nonmaterial (pendidikan politik warga negara) sangat besar. Akan tetapi, jika hal tersebut dianggap lumrah (Begitu aja kok repot!) berarti tuan-tuan elite politik sepakat untuk terus melanggengkan pendidikan politik yang buruk. Karenanya jangan heran jika mahasiswa dan rakyat yang tertindas akan terus bergerak.
Untuk menumbuhkan dan atau meningkatkan partisipasi politik yang otonom dari setiap warga negara, maka pelaksanaan pendidikan politik yang baik dan benar, mutlak diperlukan. Pelaksanaan pendidikan politik ini, selain dapat dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga pendidikan formal yang ada, juga bisa dilaksanakan secara non-formal oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil.

C.      DAFTAR PUSTAKA
¨  Sumber : http://blog-indonesia.com/  Konsep Monitoring dan Evaluasi Diposkan oleh FAQ  Diakses Tanggal 15 Januari 2011 Pukul 08:39 PM
¨  Sumber : http://multiply.com/   Partai Politik Vs Pendidikan Politik Diposkan oleh Roebyanto Diakses Tanggal 15 Januari 2011 Pukul 08:29 PM
¨  Sumber : http://setiabudi.name/  Minimnya Pendidikan Politik Etis Formal dan Dampaknya pada Krisis Demokrasi, Diposkan oleh Setiabudi Diakses Tanggal 15 Januari 2011 Pukul 08:31 PM
¨  Sumber : http://bataviase.co.id/ Pemantapan Pendidikan Politik Perkuat Karakter Bangsa, Diposkan oleh Yudhiarma/Victor AS Diakses Sabtu, 15 Januari 2011, Pukul 07:35 PM
¨  Sumber : http://www.kompas.com/kompas  cetak / 0006 / 21 / opini / pend45.htm Pendidikan Politik yang Buruk, Diposkan  Oleh Ubedilah Badrun Diakses Pada Tanggal 15 Januari 2011 Pukul 08:15 PM
¨  Sumber : http://www.sumbawanews.com/ Parpol Dan Pelaksanaan Pendidikan Politik, Diposkan Oleh. Paul Sinlaeloe - Aktivis Piar NTT Diakses Pada Tanggal 15 Januari 2011 Pukul 07:56 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar