Sabtu, 07 Januari 2012

REFORMASI SUPRASTRUKTUR POLITIK


A.     LATAR BELAKANG MASALAH
Sejak bergulirnya era reformasi, telah berdiri kurang lebih 160 partai politik di Indonesia. Pada Pemilu tahun 1999, 2004, dan 2009 masing-masing diikuti oleh sebanyak 48, 24 dan 44 partai politik, termasuk 6 parpol lokal menjadi kontestan Pemilu. Partai politik saat ini tidak hanya sekedar memberikan legitimasi, tetapi juga membentuk kekuasaan. Dalam pemilu 2009, partai politik dapat berkompetisi dengan adil. Para elit politik memiliki kemampuan dan kesadaran yang tinggi untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur hukum. Di sisi lain, partai politik di mata publik menunjukkan citra yang kurang mengembirakan.
Namun, era demokrasi liberal menyumbangkan satu peristiwa penting dalam sejarah perpolitikan di Indonesia. Peristiwa tersebut adalah Pemilu 1955, di mana pemilu ini dikenal sebagai pemilu pertama yang paling demokratis dan sangat berbeda dengan pemilu pada zaman setelah Presiden RI pertama, Soekarno, memerintah, yaitu zaman Orde Baru. Sistem multi partai menjadi ciri khas dari Pemilu 1955 ini, berbeda dengan sistem yang berlaku pada setiap pemilu di era Orde Baru  di mana saat itu terdapat 2 (dua) partai politik dan 1 (satu) golongan karya.
Sistem multi partai disamping mencerminkan adanya kehidupan demokrasi di   dunia politik Indonesia, juga memicu terjadinya konflik antarpartai pada saat itu. Pengaruh partai politik pada saat itu sangat besar terhadap kelangsungan hidup suatu kabinet pemerintahan. Sering dilakukannya pergantian kabinet merupakan dampak dari konflik antar partai yang sering terjadi, dan inilah realitas politik yang kami singgung pada paragraf pertama di atas, dan akan coba kami bahas dalam makalah ini.
Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan di segala bidang yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan hakekat pembangunan sebagaimana tersebut di atas, maka pembangunan merupakan pengamalan Pancasila.
Dengan pengertian mengenai hakekat pembangunan tersebut, maka terdapat dua masalah pokok yang perlu diperhatikan. Pertama, pembangunan nasional menuntut keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat Warganegara Republik Indonesia. Kedua, karena pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancasila, maka keberhasilannya akan sangat dipengaruhi oleh sikap dan kesetiaan bangsa Indonesia terhadap Pancasila.
Masalah keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan nasional adalah wajar. Kesadaran serta kesempatan untuk itu sepatutnya ditumbuhkan, mengingat pembangunan adalah untuk manusia dan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan pendekatan ini, usaha untuk menumbuhkan kesadaran tersebut sekaligus juga merupakan upaya untuk memantapkan kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berorientasi kepada pembangunan nasional.
Pembangunan merupakan suatu proses terencana dilakukan oleh golongan tertetu dengan tujuan tertentu seperti meningkankan kesejahteraan, menciptakan perdamaian. Ciri yang paling mendasar dalam pembangunan yakni direncanakan dan adanya campurtangan dari pihak tertentu. Kalau dalam negara pihak yang merancang konsep, melaksanakan, intervensi terhadap pembangunan yakni pemerintah dengan objek pembangunan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan kegiatan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Program kerja pemerintah dalam pembangunan tertuang dalam UU yang sebagai aplikasi dari UUD 1945.
Program pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia secara pelaksanaan dan tujuanya tertuang dalam Undang-Undang no.17 tahun 2007. Undang tersebut, berupa arahan kebijakan pembangunan ke depan yang dilakukan oleh Pemerintah negara dalam meningkatkan kulalitas hidup masyarakat Indonesia. Isi Undang-Undang ersebut, berupa visi dan misi pembangunan dalam praktisnya berupa arahan prioritas pembangunan kedepan dari tahun 2005-2025 serta tahapan-tahapannya. (UU no.17 tahun 2007).

B.     PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas permasalahan yang akan dikaji dalam reformasi suprastruktur politik, yaitu meliputi :
1)       Sistem Multipartai yang ada di Indonesia, Konflik Kepentingan di dalam Sistem Multi Partai, serta Fungsi Partai Politik yang Tidak Terlaksana.
2)      Problem motivasi pembentukan organisasi, rendahnya rasa handarbeni (rasa memiliki) para anggotanya, kurang optimalnya organisasi sosial, persoalan yang klasik, yaitu dana serta belum adanya konsep maupun implementasi gagasan pembentukan jaringan antar organisasi sosial kemasyarakatan.

C.      PEMBAHASAN
1.        Partai Politik
a.      Konsep Partai Politik
Menurut Inu Kencana Syafiie, politik dalam bahasa Arabnya disebut “siyasyah” atau dalam bahasa Inggris “politics”. Politik itu sendiri berarti cerdik dan bijaksana. Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup Negara, membicarakan politik galibnya adalah membicarakan Negara, karena teori politik menyelidiki Negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat, jadi Negara dalam keadaan bergerak. Selain itu politik juga menyelidiki ide-ide, asas-asas, sejarah pembentukan Negara, hakekat Negara, serta bentuk dan tujuan Negara, disamping menyelidiki hal-hal seperti kelompok penekan, kelompok kepentingan, elit politik, pendapat umum, peranan partai, dan pemilihan umum.
Menurut Arifin Rahman kata politik berasal dari bahasa Yunani “polis” adalah kota yang berstatus Negara/Negara kota, segala aktivitas yang dijalankan oleh polis untuk kelestarian dan perkembangannya disebut “politike techne”. Kemudian ia juga berpendapat politik ialah pengertian dan kemahiran untuk mencukupi dan menyelenggarakan keperluan maupun kepentingan bangsa dan Negara.
Menurut Miriam Budiarjo politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik atau Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan system itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari system politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternative dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu tentu diperlukan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan atau alokasi dari sumber-sumber resources yang ada. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan dan kewenangan, yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakainya dapat bersifat paksaan. Tanpa unsure paksaan kebijakan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat, bukan tujuan pribadi seorang. Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan individu.
Menurut Miriam Budiardjo, Partai politik didefinisikan sebagai suatu kelompok terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan partai politik adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan partai. Ada empat fungsi partai politik, yaitu: fungsi agregasi, edukasi, artikulasi, dan rekrutmen.
Menurut Carl J. Fredirch, mendefinisikan partai politik adalah: “Sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan pengawasan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya dan berdasarkan pengawasan mi memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun material” (a political party is a group of human beings stability organized with the objective of giving to members of the party, trough such control ideal and material benefits and advantages.
Menurut RH. Soltau. Dalam hal mi Soultau menyatakan: “Partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai satu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum mereka” (a political party is a group of citizen more or less organized, who act as a political unit and who, bay the use of their voting power, aim to control the government and carry out their general politicies). Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggota mempunyai orientasi nilai-nilai dan citacita yang sama. Tujuan kelompok mi adalah untuk memperoleh kekuasaan poitik.
Partai merupakan sekumpulan ide dan orang yang meyakininya berjuang agar ide-ide tersebut diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi. Dalam bahasa Dwight Y King, partai politik merupakan institusi kunci bagi demokrasi. Hal ini bisa dipahami karena pemilihan umum yang menjadi syarat utama terbangunnya rezim demokratis itu, tidak akan terselenggara tanpa adanya partai politik.
b.      Masalah dan Implikasinya dalam Partai Politik
Tingginya partisipasi politik rakyat untuk berorganisasi di dalam berbagai partai politik belum diikuti oleh kinerja parpol yang optimal dalam melaksanakan fungsi- fungsi utama parpol seperti agregasi dan artikulasi politik, komunikasi politik, dan pendidikan politik. Parpol pun menghadapi beberapa persoalan internal organisasinya, seperti konflik internal dalam pergantian kepengurusan, belum berjalan optimalnya proses kaderisasi dan mekanisme rekrutmen, lemahnya kemampuan dan kapasitas kader dan fungsionaris partai dalam membangun dan mempraktikkan dasar-dasar demokrasi, dan lemahnya sistem demokrasi internal dalam partai politik. Dampak dari kinerja yang belum optimal adalah lemahnya kepercayaan publik terhadap partai politik.
4  Sistem Multi Partai
Konflik-konflik yang terjadi antar partai di era Demokrasi sekarang ini seperti yang telah disinggung pada pendahuluan, menjadi permasalahan utama yang akan dibahas berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan oleh konflik tersebut.
Konflik-konflik tersebut terjadi karena di dalam menjalankan peran dan fungsi dari masing-masing partai terjadi benturan-benturan baik dari segi ideologi, pemanfaatan isu nasional, dan hal ini terlihat jelas pada perjalanan masing-masing partai pada masa Demokrasi Liberal saat itu. Dengan menggunakan ideologi, sebuah partai mencoba untuk menyerang partai lainnya. Caranya adalah menghubungkan ideologi masing-masing dengan isu-isu nasional yang dianggap dapat mengurangi pengaruh bahkan menjatuhkan partai lainnya. Setiap partai mempunyai kelompok-kelompok sosial tertentu yang dijadikan wahana untuk mencari pengaruh dan memperjuangkan ideologi masing-masing.
Dinamika politik yang tidak stabil yang tergambar dengan sering terjadinya pergantian kabinet merupakan dampak dari konflik di atas. Untuk melihat bagaimana dinamika politik selama masa Demokrasi  Liberal, antara lain dapat ditempuh melalui jumlah pergantian kabinet yang demikian cepat, dari kabinet yang satu ke kabinet yang lain. Seperti dikutip oleh Arbi Sanit, selama Indonesia merdeka, tak kurang dari 25 kabinet yang telah memerintah Indonesia, selain itu ahli lain juga menghitung usia rata-rata dari 12 kabinet di era Demokrasi Liberal, tak lebih dari 8 (delapan) bulan.
Oleh karena itulah sistem multi partai dikatakan sebagai sumber konflik nasional pada saat itu, dikarenakan konsekuensi dari sistem tersebut yaitu terjadinya konflik horizontal antar partai yang membuat situasi politik yang tidak stabil.
4  Konflik Kepentingan di dalam Sistem Multi Partai
Di era Demokrasi sekarang ini, sistem multipartai sangat mendukung terciptanya kehidupan demokrasi di Indonesia. Partai-partai politik yang jumlahnya sangat banyak berperan penting dalam kelancaran proses demokratisasi. Partai politik sebagai sarana komunikasi politik, sangat berperan penting dalam penyaluran kepentingan ini terhadap pemerintah.
Pada kenyataannya  peranan setiap partai dalam menyalurkan aspirasi pendukung masing-masing, dihadapkan kepada dua pilihan,yaitu berusaha untuk menggabungkan kepentingan-kepentingan dari seluruh partai atau memperjuangkan kepentingan masing-masing dimana konsekuensinya adalah terjadinya banyak konflik antar partai. Ideologi dari masing-masing partai yang sangat mempengaruhi jenis kepentingan yang mereka perjuangkan terkadang menjadi alat untuk saling menjatuhkan.
Konflik antarpartai yang didasari oleh perbedaan ideologi kemungkinan besar dipengaruhi oleh sosialisasi politik yang diperoleh para pendukung partai dari partai politik masing-masing. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik bertanggung jawab untuk semaksimal mungkin memberikan pemahaman mengenai ideologi dari partai tersebut kepada masyarakat sehingga terbentuk sikap dan orientasi politik yang didasari oleh ideologi tersebut. Setiap partai politik berusaha untuk mempengaruhi setiap individu agar mau bersikap dan mempunyai orientasi pikiran yang sesuai dengan ideologi partai tersebut. Karena itu suatu hal yang wajar apabila terjadi konflik diantara Demokrat dan PDI Perjuangan, karena proses sosialisasi politik yang mereka terima berbeda. Terlebih lagi bila dua partai yang berideologi berbeda akan sangat besar potensi konflik yang ada  pada proses menjalankan peran masing-masing.
Konflik-konflik diatas jelas membuat situasi politik menjadi tidak stabil dan itu memang merupakan konsekuensi dari banyaknya partai pada saat itu. Fungsi lain dari partai politik yang juga dapat menyebabkan terjadinya konflik antar partai adalah sebagai wadah rekruitmen politik. Terkadang setiap partai politik cenderung mempunyai sasaran tersendiri berupa kelompok-kelompok sosial untuk direkrut menjadi anggota partai yang turut aktif dalam kegiatan politik partai. Kecendrungan ini berdampak kepada adanya suatu pengidentikkan suatu partai dengan sebuah kelompok sosial didalam masyarakat.
4  Fungsi Partai Politik yang Tidak Terlaksana
Selanjutnya, fungsi partai politik sebagai sarana pengatur konflik sepertinya tidak dapat diperankan secara sempurna oleh partai-partai poltik yang ada pada era Demokrasi Liberal. Hal ini dapat dibuktikan dengan Merujuk pada kenyataan yang terjadi pada saat itu. Partai politik tidak memprioritaskan programnya kepada usaha untuk tercapainya integrasi nasional, melainkan berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing.
Ke-empat fungsi partai yang diperankan oleh partai-partai politik pada sistem multi partai sungguh cenderung mengacu pada terjadinya konflik. Namun hal ini tidak membuat sistem multi partai menjadi tidak relevan di suatu negara demokrasi, karena bila merujuk kepada definisi partai politik yang di kemukakan oleh Sigmund Neumann, maka apapun sistem yang digunakan, tetap tidak akan dapat merubah sifat dari partai politik itu sendiri, yaitu berusaha untuk meraih kekuasaan dan merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan antar partai yang mempunyai  pandangan yang berbeda-beda.Oleh karena itu, usaha yang dapat dilakukan untuk meminimalisasikan potensi konflik adalah dengan mengadakan perubahan yang menyangkut cara-cara merebut dan mempertahankan kekuasaan, mencari dukungan dengan meninggalkan cara-cara yang mengarah kepada anarkisme, seperti tuduhan-tuduhan, tudingan-tudingan, dan lain-lain. Cara-cara yang digunakan hendaknya bersifat lebih kompromistis melalui jalur-jalur dialogis, sehingga perbedaan yang memang suatu hal yang wajar dalam kehidupan demokrasi tidak menjadi dasar dari timbulnya perpecahan, melainkan menjadi landasan terciptanya integrasi nasional yang mantap.
c.       Solusi Permasalahan dalam Partai Politik
1)     Partai politik perlu diperkuat agar dapat melaksanakan fungsinya mewakili ekspresi politik dan pilihan, membangun kompetisi kepemiluan dan dialog politik, mewakili agregasi dan artikulasi kepentingan sosial, menyiapkan sosialisasi politik, dan mempersiapkan pemilihan kepemimpinan dan tata kelola.
2)     Revisi perlu dilakukan terhadap UU Parpol untuk lebih dapat meningkatkan kualitas parpol dalam peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia. Kajian perlu dilakukan juga terhadap PP tentang partai lokal di Aceh untuk mendapatkan masukan perbaikan PP-nya. Bantuan keuangan parpol perlu juga dievaluasi untuk memberikan masukan perbaikan untuk penyusunan PP Bantuan Keuangan Parpol yang akan dilaksanakan untuk periode 5 tahun selanjutnya.
3)     Pelembagaan proses pemilu harus dimulai sedini mungkin agar tidak menghadapi kendala waktu yang terbatas. Penyiapan penyusunan rancangan peraturan KPU yang diperlukan, tata cara advokasi hukum dan penyuluhannya bagi penyelenggara pemilu akan mendorong penyiapan penyelenggaran pemilu secara lebih profesional dan tepat waktu. Peta logistik pemilu dan mekanisme distribusi logistik, serta komunikasi KPU dengan KPU provinsi/kab/kota perlu diperbaiki sejak dini dan diperbaharui terus-menerus untuk dapat lebih meningkatkan sasaran distribusi logistik tepat lokasi dan tepat waktu meningkatkan koordinasi. Pemutakhiran data pemilih merupakan keniscayaan yang perlu dilakukan secara teratur dan dapat dimanfaatkan tidak saja pada pemilu untuk 2014 mendatang, tetapi juga untuk keperluan pemilu kepala daerah. Perlu dirumuskan metode pemutakhiran yang efektif dan efisien, dan alur komunikasi dan koordinasi antara KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten dan KPU Kota agar pemutakhiran berjalan dengan baik dan menghasilkan data yang akurat. Teknologi informasi perlu menjadi pilihan untuk mendukung pemutakhiran data.
4)     Pelaksanaan pendidikan politik, termasuk di dalamnya pendidikan pemilih, pendidikan politik demokratis, serta pendidikan kewarganegaraan dan pengembangan budaya dan etika politik demokrasi yang berdasarkan empat pilar bangsa. Perlu menjadi pembelajaran ke depan adalah bahwa penanganan dengan cara-cara kekerasan, tidak demokratis, dan tanpa menghargai hak asasi manusia jelas terbukti menyebabkan ketidakharmonisan di dalam masyarakat dan berlarutnya persoalan. Sementara itu, penanganan tanpa kekerasan lebih memudahkan penyelesaian masalah, dan tentunya membawa harmoni dalam masyarakat. Pendidikan perdamaian perlu menjadi bagian kurikulum yang diajarkan dalam pendidikan politik dan kebangsaan. Di samping itu, pendidikan untuk aparatur pemerintah di daerah perlu mendapatkan prioritas mengingat posisi dan fungsinya yang lebih dekat untuk melayani masyarakat di daerah.
5)     Peningkatan peran perempuan melalui pendidikan politik. Pendidikan politik perlu dilaksanakan secara lebih intensif untuk mengimbangi paradigma yang tidak menguntungkan bagi pihak perempuan. Pendidikan politik perlu memiliki strategi jitu untuk mengikis permasalahan yang dihadapi akses partisipasi perempuan dalam politik. Kebijakan dan fasilitasi terus-menerus merupakan kunci keberhasilan pencapaian kuota 30% perempuan dalam lembaga penyelenggara negara dan lembaga politik, dan peran-peran lainnya yang seharusnya mensyaratkan keterlibatan perempuan.
6)     Pengembangan pusat pendidikan politik dan kebangsaan, termasuk di dalamnya pendidikan politik dan pendidikan pemilih, partisipasi politik rakyat, dan pusat pendidikan kebangsaan sebagai wadah pembelajaran dan dihasilkannya metode dan pendekatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam berdemokrasi serta berbangsa. Pusat pendidikan diperlukan untuk menjaga agar pendidikan dapat terus dilakukan secara bersinambungan tanpa henti dan menghasilkan inovasi-inovasi baru yang tepat dalam meningkatkan proses pendidikan untuk masyarakat. Pendidikan yang terus-menerus diperlukan untuk mengimbangi pengikisan terhadap nasionalisme dan kebangsaan Indonesia. Perlu adanya kerja sama dan memanfaatkan sekolah-sekolah demokrasi dan kebangsaan yang telah ada di seluruh Indonesia untuk mengoptimalkan fungsi pendidikan politik dan kebangsaan di tanah air.
Selain itu, dalam menjalankan perannya dalam kehidupan politik nasional, partai politik menyelenggarakan beberapa fungsi sebagai berikut : 1. Partai sebagai sarana komunikasi politik, 2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik, 3.   Partai politik sebagai saran rekruitmen politik, 4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Ke-empat fungsi di atas akan coba dikaji sejauh mana partai-partai politik yang hidup di era Demokrasi Liberal dengan sistem multi partainya dapat berperan sebaik mungkin dengan menjalankan fungsi-fungsi di atas sebagai mana mestinya.
Selain itu, parpol memiliki tujuan tertentu serta memiliki beragam komposisi dan sifat keanggotannya. Lebih dari itu, jika dicermati secara intens, dalam Islam, yakni solusi dalam permasalahan partai politik, yaitu :
r  Pertama: Parpol wajib mengoreksi penguasa. Keberadaan parpol dalam Islam memiliki tugas atau kewajiban sesuai dengan yang ditentukan oleh Allah Swt., yakni mendakwahkan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar (lihat: QS Ali Imran [3]: 104). Di tangan penguasalah puncak kemakrufan atau kemungkaran. Karena itu, fungsi utama amar makruf dan nahi mungkar bersentuhan langsung dengan pihak penguasa. Rasullah saw. bersabda:
سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ اْلمُطَالِبِ وَرَجُلٌ قَامَ عَلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ
Pemuka para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa zalim untuk melakukan amar makruf nahi mungkar kepadanya, lalu penguasa tersebut membunuhnya. (HR al-Hakim).
Hadis ini menunjukkan bahwa tugas parpol adalah melakukan koreksi terhadap penguasa. Jika dalam perjalanan kekuasaannya penguasa melakukan penyimpangan maka tugas dan kewajiban parpol Islam untuk meluruskannya agar sesuai dengan sistem (hukum) Islam. Fungsi perbaikan (ishlâh) hanya dapat dipahami dalam konteks penguasa memang diangkat berdasarkan sistem (hukum) Islam dan dalam rangka menerapkan hukum Allah Swt. Namun, jika penguasa diangkat berdasarkan sistem (hukum) kufur yang mengatur masyarakatnya maka yang dilakukan parpol Islam adalah perubahan total (taghyîr).
Pada masa Rasulullah saw., seluruh langkah parpol Islam di kota Makkah adalah langkah-langkah yang bersifat taghyîr (perubahan total), bukan ishlâh (perubahan parsial). Setiap parpol Islam di seluruh negeri-negeri Muslim wajib mencontoh tharîqah (metode) Rasulullah saw. Ini berarti kita telah menjalankan sunnah Rasulullah saw.
r  Kedua: Parpol dalam Islam harus membina kesadaran politik masyarakat. Setiap peristiwa di tengah masyarakat tidak selalu murni tanpa rekayasa. Sebagian peristiwa boleh jadi by design kelompok tertentu dan untuk kepentingan politik tertentu pula.
Pada hakikatnya, situasi politik lokal, regional, dan internasional terjadi mengikuti mainstream dari sebuah kebijakan politik. Umat harus mengamati dan memahami semua kejadian tersebut dari sudut pandang Islam. Inilah yang disebut dengan kesadaran politik Islam.
Pada masa lalu, Rasulullah saw. melakukan aktivitas membangun struktur kelompok terpilih yang beranggotakan para Sahabat. Rasulullah saw. membina mereka secara langsung sehingga mereka memiliki kepribadian Islam yang kokoh. Mereka dipersiapkan sebagai pilar-pilar yang akan menjadi penopang ketika masyarakat dan Daulah Islam (Khilafah) terbentuk. Di samping itu, pembinaan secara umum kepada masyarakat dilakukan dengan melontarkan opini umum tentang ajaran Islam, merespon berbagai persoalan kemasyarakatan, membongkar persekongkolan dan rekayasa jahat orang-orang kafir terhadap ajaran Islam dan kaum Muslim, dan sebagainya. Semua itu adalah bagian dari tahapan dan proses yang dijalin oleh Rasulullah saw. dengan tuntunan wahyu Allah SWT.
r  Ketiga: Parpol berupaya mewujudkan dan menjaga tegaknya Islam. Sudah saatnya parpol Islam tidak lagi terbuai dengan wacana demokrasi dan Pemilu yang terbukti hanya fatamorgana. Parpol Islam tidak seharusnya menampilkan simbol-simbol partai, jargon-jargon kosong, retorika tanpa makna yang cenderung melenakan umat, atau pidato agitatif yang membius euforia dan histeria massa ketika kampanye. Jika sekadar itu yang dilakukan maka tidak akan ada implikasinya terhadap kebangkitan Islam. 
Pada masa lalu, Rasulullah saw. dan para Sahabat mendakwahkah Islam, sekaligus melakukan aktivitas politik yang bertujuan mendirikan Daulah Islam. Dengan aktivitas politik sistematis yang ditempuh Rasulullah saw. dan para Sahabat, akhirnya berdiri Daulah Islam di kota Madinah. Seluruh aktivitas dakwah Rasulullah saw. dan para Sahabat merupakan rangkaian aktivitas politik dan dengan aktivitas ini pula Negara Madinah terwujud.
Dalam konteks kekinian, aturan Islam tidak lagi diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Akibatnya, kaum Muslim mendapatkan kemadaratan dan jauh dari kemaslahatan. Saat ini, umat Islam tidak ada lagi memiliki institusi politik Islam (Khilafah) yang bisa menjaga kemuliaan mereka. Ketiadaan Khilafah mengakibatkan umat Islam mengalami penderitaan, kemiskinan, kezaliman, pembantaian, dan lain-lain. Negara-negara kafir penjajah menjarah dan mengeksploitasi kekayaan alam negeri-negeri kaum Muslim tanpa ada yang mampu menghadapinya.
2.       Organisasi Sosial Kemasyarakatan
a.      Konsep Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
Ciri-ciri organisasi social
Menurut Berelson dan Steiner(1964:55) sebuah organisasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.        Formalitas, merupakan ciri organisasi sosial yang menunjuk kepada adanya perumusan tertulis daripada peratutan-peraturan, ketetapan-ketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi, dan seterusnya.
2.       Hierarkhi, merupakan ciri organisasi yang menunjuk pada adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada organisasi tersebut.
3.       Besarnya dan Kompleksnya, dalam hal ini pada umumnya organisasi sosial memiliki banyak anggota sehingga hubungan sosial antar anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya dikenal dengan gejala “birokrasi”.
4.      Lamanya (duration), menunjuk pada diri bahwa eksistensi suatu organisasi lebih lama daripada keanggotaan orang-orang dalam organisasi itu.
Ada juga yang menyatakan bahwa organisasi sosial, memiliki beberapa ciri lain yang behubungan dengan keberadaan organisasi itu. Diantaranya ádalah:
1.        Rumusan batas-batas operasionalnya(organisasi) jelas. Seperti yang telah dibicarakan diatas, organisasi akan mengutamakan pencapaian tujuan-tujuan berdasarkan keputusan yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini, kegiatan operasional sebuah organisasi dibatasi oleh ketetapan yang mengikat berdasarkan kepentingan bersama, sekaligus memenuhi aspirasi anggotanya.
2.       Memiliki identitas yang jelas. Organisasi akan cepat diakui oleh masyarakat sekelilingnya apabila memiliki identitas yang jelas. Identitas berkaitan dengan informasi mengenai organisasi, tujuan pembentukan organisasi, maupun tempat organisasi itu berdiri, dan lain sebagainya.
3.       Keanggotaan formal, status dan peran. Pada setiap anggotanya memiliki peran serta tugas masing masing sesuai dengan batasan yang telah disepakati bersama.
Jadi, dari beberapa ciri organisasi yang telah dikemukakan kita akan mudah membedakan yang mana dapat dikatakan organisasi dan yang mana tidak dapat dikatakan sebagai sebuah organisasi.
Menurut Adi Widjajanto , Konsep organisasi sosial masyarakat merupakan jejaring kerja (working network) yang tidak hanya terdiri civil society organizations, namun melibatkan partai politik, lembaga-lembaga agama, prnata adatdan aktor-aktor individu seperti para informal tokoh-tokoh agama. Jejaring ini bergerak secara setimultan dan berupaya mengimplementasikan melalui proses demokratisasi partisasipasu rakyat dalam pembuatan kebijakan, prinsip good governance dalam pencapaian political public goods, pemerataan distribusi kesejahteraan, prinsip non kekerasan dalam mengatasi perasalahan sosial. Gerak jejaring kerja tersebut tidak mengurangi peran kewarganegaraan, namun lebih diarahkan dalam penguatan kapasitas masyarakat sipil tersebut mengembangkan mekanisme penguatan warga dalam berhadapan dengan pasar dan negara.
Kata Masyarakat itu berasal dari bahasa Arab, yaitu syaraka yang berarti ikut serta. Pengertian masyarakat mencakup interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Masyarakat sering juga disebut sistem sosial. Selain itu, ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pengertian masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Harold J.Laski , Masyarakat adalah kelompok manusia yang hidup bersama dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama.
Jadi, Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang kegiatan masyarakat dan kegiatan dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Menurut UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Kemasyarakatan sebagai sarana untuk menyalurkan pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia, mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat dalam mewujudkan masyarakat Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka menjamin pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa, menjamin keberhasilan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan sekaligus menjamin tercapainya tujuan nasional
FUNGSI, HAK, DAN KEWAJIBAN
                Organisasi Kemasyarakatan berfungsi sebagai :
a)      wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya;
b)      wadah pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi:
c)      wadah peranserta dalam usaha menyukseskan pembangunan nasional;
d)      sarana penyalur aspirasi anggota, dan sebagai sarana komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau antar Organisasi Kemasyarakatan, dan antara Organisasi Kemasyarakatan dengan organisasi kekuatan sosial politik, Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah.
                Organisasi Kemasyarakatan berhak :
a)      melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;
b)      mempertahankan hak hidupnya sesuai dengan tujuan organisasi.
                Organisasi Kemasyarakatan berkewajiban :
a)      mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
b)      menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c)      memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
                Dalam kerangka inilah letak pentingnya peranan Organisasi Kemasyarakatan, sehingga pengaturan serta pembinaannya perlu diarahkan kepada pencapaian dua sasaran pokok, yaitu :
a.       Terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mampu memberikan pendidikan kepada masyarakat Warganegara Republik Indonesia ke arah;
b.      Semakin mantapnya kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang‑Undang Dasar 1945;
c.       Tumbuhnya gairah dan dorongan yang kuat pada manusia dan masyarakat Indonesia untuk ikut serta secara aktif dalam pembangunan nasional;
d.      Terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mandiri dan mampu berperan secara berdaya guna sebagai sarana untuk berserikat atau berorganisasi bagi masyarakat Warganegara Republik Indonesia guna menyalurkan aspirasinya dalam pembangunan nasional, yang sekaligus merupakan penjabaran Pasal 28 Undang‑Undang Dasar 1945.
                                Oleh karena pembangunan merupakan pengamalan Pancasila, dan tujuan serta subyeknya adalah manusia dan seluruh masyarakat Warganegara Republik Indonesia yang ber‑Pancasila, maka adalah wajar bilamana Organisasi Kemasyarakatan juga menjadikan Pancasila sebagai satu‑satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dalam rangka pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat Pancasila. Dalam Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila, maka agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber motivasi dan inspirasi bagi para pemeluknya, dan mendapat tempat yang sangat terhormat.Penetapan Pancasila sebagai satu‑satunya asas bagi Organisasi Kemasyarakatan tidaklah berarti Pancasila akan menggantikan agama, dan agama tidak mungkin di‑Pancasilakan; antara keduanya tidak ada pertentangan nilai. Organisasi Kemasyarakatan yang dibentuk atas dasar kesamaan agama menetapkan tujuannya dan menjabarkannya dalam program masing‑masing sesuai dengan sifat kekhususannya, dan dengan semakin meningkat dan meluasnya pembangunan maka kehidupan keagamaan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial kemasyarakatan.
Organisasi sosial kemasyarakatan, hukumnya boleh dilakukan oleh individu atau sejumlah orang (penduduk suatu kampung, misalnya). Hukum tersebut sangat jelas dan masyhur dalam Islam. Sebab, semua nash yang berkaitan dengan masalah tersebut telah mengajak dan mendorong setiap individu Muslim untuk melaksanakannya, baik laki-laki maupun perempuan. Perhatikanlah nash-nash yang tercantum di bawah ini:
“(Dan) mereka memberikan makanan yang mereka sukai kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan” (Al Insan: 8).
“…(Dan) tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan (Seperti shalat, jihad dan lainnya) dan taqwa (perbuatan yang diridlaiNya, seperti membangun masjid dan lainnya), serta janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa atau pelanggaran (menyimpang dari ketentuan syara’, seperti membunuh kaum Muslimin, memberontak terhadap negara Islam dan lainnya)” (Al Maîdah: 2).
“Siapa saja yang membangun suatu masjid, kecil atau besar, yang semata-mata hanya lillahi Ta’ala, maka Allah akan membangunkan (menyediakan) untuknya rumah di Jannah” (HR Tirmizhi, no. 317)1).
“Aku dan orang-orang yang memelihara anak yatim dengan baik, berada di Jannah, bagaikan jari telunjuk dengan jari tengahnya” (HR Bukhari X/365; Tirmizhi no. 1919; dan Abu Daud no. 5150)2).
“Orang yang (berusaha) membantu janda dan orang miskin bagaikan pejuang fisabilillah, bahkan ia laksana orang yang tidak pernah berhenti shaum dan senantiasa bangun (untuk) shalat malam”   (HR Bukhari dan Muslim)3).
Semua ayat Al Qurâan dan hadits di atas adalah perintah yang tidak wajib dan merupakan ajakan kepada individu maupun rakyat pada setiap masa dan tempat untuk melakukan berbagai macam kegiatan sosial kemasyarakatan; sekaligus menunjukkan boleh adanya kerjasama, gotong royong antarsesama Muslim, baik hal tersebut dilakukan secara temporal di saat-saat mereka butuhkan, ataukah mereka membentuk suatu kepengurusan sementara (misalnya untuk melaksanakan pembangunan masjid) yang mengangkat seorang ketua untuk mengatur kegiatan sosial tersebut sampai bangunan masjid atau yang lainnya menjadi terwujud.
Organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan yang ada di negeri-negeri kaum Muslimin mulai bermunculan sejak runtuhnya khilafah Islam pada awal abad XX ini. Walaupun telah membawa banyak manfaat bagi kaum Muslimin dari segi pendidikan, peribadatan, kesehatan masyarakat, sandang, pangan, dan sebagainya; tetapi mudlaratnya yang akan diuraikan di bawah lebih besar daripada semua manfaat tersebut. Oleh karena itu, lebih baik organisasi sosial kemasyarakatan di negeri-negeri kaum Muslimin itu tidak ada sama sekali. Sebab, keberadaannya justru telah memadamkan semangat umat dalam memperjuangkan Islam.
Hampir semua organisasi tersebut telah mengarahkan kaum Muslimin kepada berbagai persoalan kehidupan yang sepele (tidak penting), bila dibandingkan dengan urgensi tegaknya Islam di seluruh dunia Islam. Bahkan dari segi kemampuannya, organisasi seperti ini hanya mampu memenuhi kebutuhan sejumlah kecil umat; sama sekali tidak mampu memenuhi kebutuhan suatu daerah kecil, apalagi mencukupi kebutuhan umat secara keseluruhan. Sebab, kemampuan yang besar seperti itu hanya dimiliki oleh negara khilafah. Dengan demikian, hanya negara khilafahlah satu-satunya kekuatan yang mampu memenuhi semua kebutuhan umat di seluruh dunia. Dalam prakteknya, pada umumnya organisasi-organisasi tersebut lebih banyak menghinakan diri dengan cara “mengemis” kepada negara-negara kaya dari kalangan negeri-negeri Islam lainnya. Hidup mereka banyak ditentukan oleh subsidi dan sumbangan. Kita telah sering mendengar bahwa bentuk-bentuk bantuan tersebut bukannya tanpa pamrih. Sebab, begitu mereka mendapatkan bantuan, mereka diharuskan membawa pesan sponsor dari pihak yang membantu dalam bentuk propaganda dan seruan politis tertentu.    Bahaya yang lebih besar dengan adanya organisasi semacam ini nampak lebih jelas pada saat telah terpenuhinya kebutuhan hidup individu-individu yang ada di dalamnya serta telah tercukupinya kebutuhan sebagian masyarakat.  Dalam keadaan seperti ini mereka akhirnya lupa akan semua penderitaan yang dialami, misalnya, akibat adanya penguasa zhalim yang tidak menerapkan hukum Islam dan telah melalaikan semua atau sebagian kewajibannya terhadap rakyatnya sendiri.
b.      Masalah dan Implikasinya dalam Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Kapasitas dan kiprah organisasi masyarakat sipil juga masih belum cukup memadai untuk terlibat dalam penyusunan kebijakan publik dan melakukan pengawasan kepada penyelenggara negara. Kegiatan-kegiatan organisasi masih bersifat kasuistis dan sporadis, serta tidak berkelanjutan. Berbagai kinerja yang kurang memadai ini disebabkan oleh kelemahan organisasi masyarakat sipil yang berakar pada beberapa hal internal berikut ini. Pertama, lemahnya manajemen pengelolaan organisasi termasuk di dalamnya kurang melakukan kaderisasi dan pengelolaan SDM yang tepat, serta belum memiliki jaringan yang luas di kalangan masyarakat sipil. Kedua, rendahnya akses organisasi terhadap informasi. Ketiga, minimnya dukungan prasarana, pelatihan, permodalan serta akses distribusi dan pemasaran pada proses pengembangan unit-unit produksi OMS Keempat, keterbatasan proses pertukaran gagasan, pengalaman, dan pembelajaran antar-organisasi masyarakat antar wilayah karena keterbatasan mobilitas mereka. Hal lain, OMS tidak terbebas pula dari persoalan tidak transparan dan korupsi.
Selain itu, kegiatan advokasi yang dilakukan oleh kalangan organisasi masyarakat sipil masih akan dihadapkan pada permasalahan tidak dimilikinya ikatan yang jelas dengan konstituen atau kelompok-kelompok masyarakat yang diperjuangkannya. Kritik ini menunjuk secara jelas pada dua hal: pertama, banyak kegiatan advokasi yang dilakukan selama ini yang lebih didorong oleh pikiran sepihak dari para pengagasnya, daripada hasil rumusan kolektif dari kelompok-kelompok masyarakat yang secara langsung dirujuk di dalam kerangka kerja advokasi tersebut. Kedua, kritik tersebut menunjuk kepada lemahnya pengorganisasian OMS di dalam upaya-upaya untuk mendorong perubahan. Bahkan, dalam banyak kasus seringkali kegiatan advokasi yang dilakukan itu menggunakan cara-cara kerja dengan memobilisasi rakyat atau kelompokkelompok masyarakat korban sebagai barisan pagar betis daripada mengorganisasi masyarakat sebagai basis dari perubahan itu sendiri. Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh organisasi masyarakat sipil adalah persoalan pendanaan yang membawa konsekuensi keberlanjutan organisasi. Persoalan ini merupakan persoalan penting yang perlu dicarikan jalan pemecahannya.
UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang menjadi dasar dan koridor bekerjanya organisasi masyarakat sipil sudah tidak cukup akomodatif dalam merespon proses demokratisasi saat ini yang terus berkembang. UU tersebut belum cukup akomodatif meningkatkan peran masyarakat sipil, serta mengakomodasikan kesadaran masyarakat yang meningkat mengenai hak-hak demokratis mereka. Negara perlu mendukung perumusan perundang-undangan yang memberikan pengakuan, peluang, dan dukungan atas independensi masyarakat sipil dalam proses pengembangan demokrasi dan pencapaian kesejahteraan rakyat. Pada saat bersamaan perlu terus dibangun peningkatan dialog dan konsultasi antara Negara dengan organisasi masyarakat sipil yang dilandasi dengan semangat kemitraan yang setara.
Secara umum, ada 5 (lima) persoalan yang dihadapi oleh organisasi sosial kemasyarakatan yang menyebabkan mereka tidak optimal dalam menjalankan peran sebagai basis partisipasi dan agen pemberdayaan masyarakat.
1.        Problem pertama berkait dengan motivasi pembentukan organisasi. Seringkali organisasi di desa dibentuk bukan karena kebutuhan anggotanya, melainkan kepentingan segelintir orang atau negara yang ingin mengontrol rakyat melalui organisasi tersebut.
2.       Problem pertama berdampak pada munculnya problem kedua, yaitu rendahnya rasa handarbeni (rasa memiliki) para anggotanya. Faktor ini mempunyai hubungan timbali balik dengan optimalisasi fungsi dan peran organisasi. Rendahnya rasa handarbeni berdampak pada rendahnya partisipasi anggota, akibatnya kinerja organisasi rendah dan fungsinya tidak berjalan optimal.
3.       Faktor ketiga yang menyebabkan kurang optimalnya organisasi sosial adalah pengelolaan organisasi yang cenderung elitis, hanya melibatkan beberapa anggota terutama pengurus. Kebijakan organisasi yang bersifat top-down menyebabkan tidak terakomodirnya kebutuhan dan aspirasi anggota dengan baik.
4.      Keempat, persoalan yang klasik, yaitu dana. Hampir semua organisasi sosial kemasyarakatan di desa menghadapi persoalan dana, hanya sebagian kecil saja yang dapat memenuhi sendiri kebutuhan dana karena mereka sudah memiliki mekanisme pengelolaan anggaran yang mapan.
5.       Kelima, belum adanya konsep maupun implementasi gagasan pembentukan jaringan antar organisasi sosial kemasyarakatan. Banyak organisasi mengalami stagnasi karena tidak mampu memecahkan persoalan internal organisasi yang disebabkan rendahnya kapasitas maupun minimnya referensi pengelolaan organisasi yang baik. Melalui pembentukan jaringan, organisasi-organisasi yang tergabung di dalamnya dapat melakukan tukar pengalaman, baik keberhasilan maupun persoalan yang dihadapi dan solusi untuk mengatasinya. Lebih jauh lagi, pembentukan jaringan ini sangat penting dalam rangka pengembangan peran organisasi sebagai basis partisipasi dan pemberdayaan masyarakat sipil dalam kontek pengelolaan tata pemerintahan desa.

c.       Solusi Permasalahan dalam Organisasi Sosial Kemasyarakatan
1.        Fasilitasi program penguatan organisasi masyarakat sipil (OMS) dan partai politik Penguatan OMS perlu ditekankan pada peningkatan manajemen, peningkatan kualitas SDM, proses pengaderan, pengembangan jaringan dan penggalangan dana operasional organisasi yang dapat menjamin keberlanjutan OMS. Dalam melaksanakan penguatan kapasitasnya, OMS dapat diberikan fasilitasi peningkatan kapasitas secara langsung dalam bentuk kegiatan pelatihan dan bentuk-bentuk lain yang inovatif dan tepat, dan juga dapat diberikan pembelajaran secara langsung dengan melakukan kegiatan langsung di masyarakat (learning by doing) untuk mempraktikkan manajemen pengelolaan kegiatan di dalam masyarakat. Best practices dari OMS yang berhasil baik pada tingkat nasional maupun daerah bahkan dunia perlu didistribusikan secara meluas secara regular untuk dorongan semangat dan prestasi serta perbaikan kapasitas organisasi.
2.       Perbaikan peraturan perundangan di bidang politik dan perumusan kebijakan pemerintah UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan perlu direvisi agar dapat mengakomodasi perkembangan demokrasi yang sedang berlangsung. Rencana revisi terhadap UU tersebut telah dimasukkan ke dalam Prolegnas sejak tahun 1999 dan tidak pernah berhasil untuk diselesaikan. Untuk itu, diperlukan upaya fasilitasi untuk mendorong revisi UU tersebut melalui berbagai dialog dengan berbagai pemangku kepentingan terutama dengan kalangan OMS agar dalam 5 tahun ke depan revisi tersebut dapat diselesaikan. Di samping itu,
3.       Dukungan bagi keberlanjutan peran OMS dalam proses demokratisasi. Pengembangan democracy trust fund diperlukan untuk menjamin keberlanjutan organisasi masyarakat sipil sebagai jalur terhadap sumber pendanaan yang diperlukan bagi operasionalisasi OMS. Untuk mendukung pengembangan trust fund tersebut, fasilitasi pengkajian perlu dilakukan terhadap beberapa peraturan perundangan-undangan seperti evaluasi UU No. 9 Tahun 1961, tentang Pengumpulan Uang dan Barang dan fasilitasi forum untuk memberi masukan terhadap penyusunan naskah akademis dan draf RPP Insentif Perpajakan. Keberlanjutan OMS perlu didukung oleh seluruh pemangku kepentingan di daerah. Untuk itu, fasilitas terhadap pemerintah daerah perlu dilakukan untuk membantu peningkatan peran dan kapasitas forum publik yang melibatkan OMS di daerah. Proses konsolidasi demokrasi memerlukan dukungan seluruh pemangku kepentingan, baik di pusat maupun di daerah. Khusus terkait dengan forum publik FKUB, peningkatan kapasitas perlu dilakukan agar dapat melaksanakan perannya secara efektif.
4.       Pengembangan kerja sama dengan organisasi masyarakat sipil untuk melaksanakan pendidikan politik, pendidikan pemilih dan pendidikan kewarganegaraan dan melaksanakan diskusi untuk memberikan masukan perumusan kebijakan publik. Fasilitasi, koordinasi, penguatan lembaga yang akan melaksanakan kerja sama, penguatan hubungan dengan pemerintah daerah, serta penguatan proses pemantauan merupakan kunci keberhasilan program kerja sama dimaksud.
5.       Penguatan dan pelembagaan forum dialog masyarakat dalam mendukung proses demokratisasi dan penyelesaian konflik. Masyarakat sendirilah yang tahu persis permasalahan sehingga perlu didukung oleh adanya forum dialog yang efektif dan peningkatan kapasitasnya agar dapat mengelola konflik dalam masyarakat. Pemerintah perlu melakukan kerja sama pula dengan OMS yang berkecimpung dalam penanganan konflik untuk mendorong masyarakat sipil di daerah melakukan pengelolaan konflik dengan efektif. Konsolidasi demokrasi memerlukan dukungan tidak hanya pemerintah di pusat, tetapi harus didukung oleh pemerintahan daerah dan pemangku kepentingan di daerah. Kelompok Kerja Demokrasi Provinsi sebagai forum multistakeholder perlu diperkuat sebagai wadah untuk membantu perumusan kebijakan publik pemajuan demokrasi dan melakukan penilaian perkembangan demokrasi di daerah provinsi masing-masing. Kedua fungsi kelompok kerja demokrasi tersebut akan membantu pemerintah daerah dalam merumuskan agenda pembangunan politik untuk memperbaiki kinerja demokrasi di daerah.
6.      Fasilitasi penyusunan mekanisme penyusunan kebijakan publik untuk menyalurkan dan menguatkan interaksi dan komunikasi yang lebih intensif antara para pembuat kebijakan dan masyarakat sipil agar kebijakan yang dibuat memiliki relevansi dengan kebutuhan nyata masyarakat dan dapat menyelesaikan persoalan di dalam masyarakat;
7.       Nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan, salah satunya, dibangun melalui tradisi lokal, baik yang bersifat keseharian maupun untuk perayaan adat tertentu. Pada sebuah ritual adat sebagian besar masyarakat berkumpul untuk melakukan perayaan, minimal menjadi penonton. Tradisi saling mengunjungi pada hari raya, saling mengantarkan makanan, jagongan merupakan sarana penting dalam mempererat hubungan kekeluargaan masyarakat desa.
8.      Bentuk lain modal sosial dapat dilihat pada berkembangnya solidaritas dan keswadayaan masyarakat desa dalam pembangunan. Solidaritas dan keswadayaan, dipandang dari kaca mata Putnam (1993), merupakan modal sosial yang berwujud “asosiasi horisontal” antar individu dan norma yang mendorong produktivitas komunitas. Pada masyarakat desa solidaritas yang berkembang dapat kita lihat dalam bentuk sambatan, bantuan ketika ada orang meninggal, sakit atau hajatan. Keswadayaan secara riil terukur dari tingkat partisipasi material masyarakat pada suatu program pembangunan wilayah. Sayangnya, solidaritas keswadayaan masyarakat yang biasanya terwujud pada aktivitas gotong royong sering diklaim oleh pemerintah desa sebagai wujud “keberhasilan pembangunan desa”. Aktivitas gotong royong dalam APBDes diuangkan dan dilaporkan sebagai input pembangunan, padahal dalam kenyataannya masyarakat bekerja dengan “sukarela” tanpa menerima bayaran sepeserpun.
Perkembangan permasalahan sosial dalam masyarakat begitu kompleks sehingga diperlukan penanganan secara sungguh-sungguh, cepat, tepat dan berkelanjutan. Artinya untuk menyelesaikan permasalahan sosial dalam masyarakat tersebut diperlukan adanya motivator, stabilisator dan pendamping sosial yang hidup serta berkembang dalam masyarakat itu sendiri. Para motivator, stabilisator dan pendamping sosial tersebut perlu dibekali pengetahuan dan pemahaman lebih terhadap permasalahan sosial yang ada dalam lingkungannya, untuk selanjutnya berkiprah sesuai dengan kultur dan tradisi lingkungannya itu sehingga mereka tidak terkesan eksklusif.
Sesuatu menjadi tujuan bersama dalam kehidupan berkelompok, individu setiap manusia dalam suatu negara adalan tercapainya kesejahteraan. Kesejahteraan kebutuhan bersama yang cara penanganyapun secara bersama antara semua pihak. Pihak yang bertanggung jawab dalam mensejahteraakan raknya adalah pemerintah dikarenakan pemerintah yang memiliki kebijakan dalam mengelolah jalannya negara. Masyarakat dalam membantu pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya sangat diperlukan dikarenakan merupaka suatu kerja yang dilakukan secara bersama agar kesejahteraan dapat tercapai. Program negara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya tertuang dalam pembangunan.





D.     KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Sistem multi partai memang menjadi ciri khas dari sistem pemerintahan parlementer di era Demokrasi Liberal. Saat itu, peran partai politik dalam mempengaruhi situasi politik nasional sangat menonjol. Baik tidaknya pengaruh yang diberikan oleh partai politik terhadap situasi nasional tergantung bagaimana partai politik tersebut menjalankan fungsinya sebagai sebuah partai politik.
Disini dapat kita lihat bahwa bila kita ingin mewujudkan harapan-harapan diatas maka setiap unsur-unsur negara harus menjalankan fungsinya masing-masing dengan cara-cara yang baik, dan tidak mengarah kepada perpecahan. Fenomena multi partai yang sama pada masa yang berbeda ini seharusnya bisa menjadi pelajaran sejarah bagi kita dalam memahami masalah yang akan timbul dan kesalahan-kesalahan masa lalu yang seharusnya tidak terjadi lagi pada masa sekarang.
Struktur organisasi masyarakat mempunyai peranan penting dalam melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat karena berfungsi sebagai key person. Struktur organisasi masyarakat juga dapat meredam atas stratifikasi social yang berdasar kepemilikan kekayaan, namun lebih ditentukan kegiatan social (mobiltas) dalam bernasyarakat. Pembaharuan yang dimaksud adalah upaya pengembangan nilai-nilai yang melandasi struktur sosial suatu masyarakat yang dinami, stabil dan mengacu pada tujuan pencapaian kesejahteraan sosial. Sementara Pengelolaan Sosial adalah bagaimana menjadikan seluruh dinamika sosial dalam sistem masyarakat sebagai energi positif yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan masyarakat itu sendiri. Dan penyelesaian Masalah Sosial adalah intervensi sosial yang dilakukan secara sadar, inovatif dan terukut terhadap suatu permasalahan sosial sebagai langkah untuk menjadikan masalah tersebut normal kembali atau lebih baik lagi sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Tujuan pembangunan mewujudkan masayarakat yang adil dan makmur secara merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD'45 dalam wadah NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat dalam perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

DAFTAR PUSTAKA

<COMP NAME=bentuk>Undang-Undang Republik Indonesia</COMP> Nomor <COMP NAME=nomor>8 Tahun 1985</COMP> Tentang <COMP NAME=tentang>Organisasi Kemasyarakatan</COMP>

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014

Sumber http://www.blogspot.com  Definisi dan Teori Politik Diposkan oleh Akong Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:32 pm.

Sumber http://hizbut-tahrir.or.id/  Konstruksi Parpol dalam Ideologi Islam Diposkan oleh Hizbut Tahrir Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:09 pm.

Sumber http://rohimghazali.wordpress.com/  Berpartai Tanpa Modal Sosial Diposkan oleh Abdul Rohim Ghazali Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:11 pm.

Sumber http://vhocket.wordpress.com/  Pengertian Partai Politik dan Partai Politik Islam Diposkan oleh Michael Tyson Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:49 pm.

Sumber http://ariefhirmanarda.wordpress.com/  Pengaruh  sistem  multi  partai Terhadap stabilitas  politik  indonesia Diposkan oleh Arief Hirman Arda Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 03:05 pm.

Sumber http://www.depsos.go.id/modules.php Profil Lembaga Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat Diposkan oleh Irsyadi Sirajuddin Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:33 pm.

Sumber http:// www.ireyogya.org Masyarakat Sipil dalam Pengembangan Good Governance Diposkan oleh Novia Cici A Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:57 pm.

Sumber http://halimsani.wordpress.com/  Kapital Sosial dalam Pembangunan Masyrakat  Diposkan oleh Halim Sani Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:23 pm

Sumber http://wartawarga.gunadarma.ac.id/  Konsep-konsep Politik Diposkan oleh Wartawarga Gunadarma Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:49 pm.

Sumber http://id.wikipedia.org/  Organisasi Sosial Diposkan oleh Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:07 pm.

Sumber http://forsansos.blogspot.com/  Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Struktur Organisasi Kemasyarakatan Diposkan oleh Hendro Riyanto Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 03:15 pm.
                                                                                                                                                                          
Sumber http://said1924.multiply.com/  Perlukah Mendirikan Organisasi Sosial Kemasyarakatan Diposkan oleh Saif Ayatullah Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 03:15 pm.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar