A. LATAR BELAKANG
MASALAH
Sejak bergulirnya era reformasi, telah berdiri
kurang lebih 160 partai politik di Indonesia. Pada Pemilu tahun 1999, 2004, dan
2009 masing-masing diikuti oleh sebanyak 48, 24 dan 44 partai politik, termasuk
6 parpol lokal menjadi kontestan Pemilu. Partai politik saat ini tidak hanya
sekedar memberikan legitimasi, tetapi juga membentuk kekuasaan. Dalam pemilu
2009, partai politik dapat berkompetisi dengan adil. Para elit politik memiliki
kemampuan dan kesadaran yang tinggi untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur
hukum. Di sisi lain, partai politik di mata publik menunjukkan citra yang
kurang mengembirakan.
Namun,
era demokrasi liberal menyumbangkan satu peristiwa penting dalam sejarah
perpolitikan di Indonesia. Peristiwa tersebut adalah Pemilu 1955, di mana
pemilu ini dikenal sebagai pemilu pertama yang paling demokratis dan sangat
berbeda dengan pemilu pada zaman setelah Presiden RI pertama, Soekarno,
memerintah, yaitu zaman Orde Baru. Sistem multi partai menjadi ciri khas dari
Pemilu 1955 ini, berbeda dengan sistem yang berlaku pada setiap pemilu di era
Orde Baru di mana saat itu terdapat 2 (dua) partai politik dan 1 (satu)
golongan karya.
Sistem
multi partai disamping mencerminkan adanya kehidupan demokrasi di
dunia politik Indonesia, juga memicu terjadinya konflik antarpartai pada saat
itu. Pengaruh partai politik pada saat itu sangat besar terhadap kelangsungan
hidup suatu kabinet pemerintahan. Sering dilakukannya pergantian kabinet
merupakan dampak dari konflik antar partai yang sering terjadi, dan inilah
realitas politik yang kami singgung pada paragraf pertama di atas, dan akan
coba kami bahas dalam makalah ini.
Untuk mewujudkan masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan di segala
bidang yang pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan hakekat pembangunan
sebagaimana tersebut di atas, maka pembangunan merupakan pengamalan Pancasila.
Dengan pengertian mengenai
hakekat pembangunan tersebut, maka terdapat dua masalah pokok yang perlu
diperhatikan. Pertama, pembangunan nasional menuntut keikutsertaan secara aktif
seluruh lapisan masyarakat Warganegara Republik Indonesia. Kedua, karena
pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancasila, maka keberhasilannya akan
sangat dipengaruhi oleh sikap dan kesetiaan bangsa Indonesia terhadap
Pancasila.
Masalah keikutsertaan
masyarakat dalam pembangunan nasional adalah wajar. Kesadaran serta kesempatan
untuk itu sepatutnya ditumbuhkan, mengingat pembangunan adalah untuk manusia
dan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan pendekatan ini, usaha untuk
menumbuhkan kesadaran tersebut sekaligus juga merupakan upaya untuk memantapkan
kesadaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berorientasi
kepada pembangunan nasional.
Pembangunan
merupakan suatu proses terencana dilakukan oleh golongan tertetu dengan tujuan
tertentu seperti meningkankan kesejahteraan, menciptakan perdamaian. Ciri yang
paling mendasar dalam pembangunan yakni direncanakan dan adanya campurtangan
dari pihak tertentu. Kalau dalam negara pihak yang merancang konsep,
melaksanakan, intervensi terhadap pembangunan yakni pemerintah dengan objek
pembangunan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan kegiatan oleh pemerintah
dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Program kerja pemerintah dalam
pembangunan tertuang dalam UU yang sebagai aplikasi dari UUD 1945.
Program
pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia secara pelaksanaan dan
tujuanya tertuang dalam Undang-Undang no.17 tahun 2007. Undang tersebut, berupa
arahan kebijakan pembangunan ke depan yang dilakukan oleh Pemerintah negara
dalam meningkatkan kulalitas hidup masyarakat Indonesia. Isi Undang-Undang
ersebut, berupa visi dan misi pembangunan dalam praktisnya berupa arahan
prioritas pembangunan kedepan dari tahun 2005-2025 serta tahapan-tahapannya.
(UU no.17 tahun 2007).
B. PERMASALAHAN
Berdasarkan
latar belakang yang dikemukakan diatas permasalahan yang akan dikaji dalam reformasi
suprastruktur politik, yaitu meliputi :
1)
Sistem Multipartai yang
ada di Indonesia, Konflik Kepentingan di dalam Sistem Multi Partai, serta Fungsi
Partai Politik yang Tidak Terlaksana.
2) Problem
motivasi pembentukan organisasi, rendahnya rasa handarbeni (rasa
memiliki) para anggotanya, kurang optimalnya organisasi sosial, persoalan yang
klasik, yaitu dana serta belum adanya konsep maupun implementasi gagasan
pembentukan jaringan antar organisasi sosial kemasyarakatan.
C. PEMBAHASAN
1.
Partai Politik
a. Konsep Partai Politik
Menurut
Inu Kencana Syafiie, politik dalam bahasa Arabnya disebut “siyasyah” atau dalam
bahasa Inggris “politics”. Politik itu sendiri berarti cerdik dan bijaksana.
Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup Negara, membicarakan politik
galibnya adalah membicarakan Negara, karena teori politik menyelidiki Negara
sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat, jadi Negara dalam
keadaan bergerak. Selain itu politik juga menyelidiki ide-ide, asas-asas,
sejarah pembentukan Negara, hakekat Negara, serta bentuk dan tujuan Negara,
disamping menyelidiki hal-hal seperti kelompok penekan, kelompok kepentingan,
elit politik, pendapat umum, peranan partai, dan pemilihan umum.
Menurut
Arifin Rahman kata politik berasal dari bahasa Yunani “polis” adalah kota yang
berstatus Negara/Negara kota, segala aktivitas yang dijalankan oleh polis untuk
kelestarian dan perkembangannya disebut “politike techne”. Kemudian ia juga berpendapat
politik ialah pengertian dan kemahiran untuk mencukupi dan menyelenggarakan
keperluan maupun kepentingan bangsa dan Negara.
Menurut
Miriam Budiarjo politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu system
politik atau Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan system itu
dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang
menjadi tujuan dari system politik itu menyangkut seleksi antara beberapa
alternative dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah
dipilih itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu tentu diperlukan
kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan atau alokasi dari
sumber-sumber resources yang ada. Untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan itu,
perlu dimiliki kekuasaan dan kewenangan, yang akan dipakai baik untuk membina
kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses
ini. Cara-cara yang dipakainya dapat bersifat paksaan. Tanpa unsure paksaan
kebijakan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka. Politik selalu
menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat, bukan tujuan pribadi seorang.
Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai
politik dan kegiatan individu.
Menurut
Miriam Budiardjo, Partai politik didefinisikan sebagai suatu kelompok
terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan
cita-cita yang sama. Tujuan partai politik adalah memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan partai.
Ada empat fungsi partai politik, yaitu: fungsi agregasi, edukasi, artikulasi,
dan rekrutmen.
Menurut
Carl J. Fredirch, mendefinisikan partai politik adalah: “Sekelompok manusia
yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan
pengawasan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya dan berdasarkan
pengawasan mi memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat
ideal maupun material” (a political party is a group of human beings stability
organized with the objective of giving to members of the party, trough such
control ideal and material benefits and advantages.
Menurut
RH. Soltau. Dalam hal mi Soultau menyatakan: “Partai politik adalah sekelompok
warga Negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai satu
kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih
bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum mereka”
(a political party is a group of citizen more or less organized, who act as a
political unit and who, bay the use of their voting power, aim to control the
government and carry out their general politicies). Secara umum dapat dikatakan
bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggota mempunyai orientasi nilai-nilai dan citacita yang sama. Tujuan
kelompok mi adalah untuk memperoleh kekuasaan poitik.
Partai
merupakan sekumpulan ide dan orang yang meyakininya berjuang agar ide-ide
tersebut diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Partai politik merupakan salah
satu pilar demokrasi. Dalam bahasa Dwight Y King, partai politik merupakan
institusi kunci bagi demokrasi. Hal ini bisa dipahami karena pemilihan umum
yang menjadi syarat utama terbangunnya rezim demokratis itu, tidak akan
terselenggara tanpa adanya partai politik.
b.
Masalah dan Implikasinya dalam
Partai Politik
Tingginya partisipasi politik rakyat untuk
berorganisasi di dalam berbagai partai politik belum diikuti oleh kinerja
parpol yang optimal dalam melaksanakan fungsi- fungsi utama parpol seperti
agregasi dan artikulasi politik, komunikasi politik, dan pendidikan politik.
Parpol pun menghadapi beberapa persoalan internal organisasinya, seperti
konflik internal dalam pergantian kepengurusan, belum berjalan optimalnya
proses kaderisasi dan mekanisme rekrutmen, lemahnya kemampuan dan kapasitas
kader dan fungsionaris partai dalam membangun dan mempraktikkan dasar-dasar
demokrasi, dan lemahnya sistem demokrasi internal dalam partai politik. Dampak
dari kinerja yang belum optimal adalah lemahnya kepercayaan publik terhadap partai
politik.
4
Sistem
Multi Partai
Konflik-konflik
yang terjadi antar partai di era Demokrasi sekarang ini seperti yang telah
disinggung pada pendahuluan, menjadi permasalahan utama yang akan dibahas
berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan oleh konflik tersebut.
Konflik-konflik
tersebut terjadi karena di dalam menjalankan peran dan fungsi dari
masing-masing partai terjadi benturan-benturan baik dari segi ideologi,
pemanfaatan isu nasional, dan hal ini terlihat jelas pada perjalanan
masing-masing partai pada masa Demokrasi Liberal saat itu. Dengan menggunakan
ideologi, sebuah partai mencoba untuk menyerang partai lainnya. Caranya adalah
menghubungkan ideologi masing-masing dengan isu-isu nasional yang dianggap
dapat mengurangi pengaruh bahkan menjatuhkan partai lainnya. Setiap partai
mempunyai kelompok-kelompok sosial tertentu yang dijadikan wahana untuk mencari
pengaruh dan memperjuangkan ideologi masing-masing.
Dinamika
politik yang tidak stabil yang tergambar dengan sering terjadinya pergantian
kabinet merupakan dampak dari konflik di atas. Untuk melihat bagaimana dinamika
politik selama masa Demokrasi Liberal, antara lain dapat ditempuh melalui
jumlah pergantian kabinet yang demikian cepat, dari kabinet yang satu ke
kabinet yang lain. Seperti dikutip oleh Arbi Sanit, selama Indonesia merdeka,
tak kurang dari 25 kabinet yang telah memerintah Indonesia, selain itu ahli
lain juga menghitung usia rata-rata dari 12 kabinet di era Demokrasi Liberal,
tak lebih dari 8 (delapan) bulan.
Oleh
karena itulah sistem multi partai dikatakan sebagai sumber konflik nasional
pada saat itu, dikarenakan konsekuensi dari sistem tersebut yaitu terjadinya
konflik horizontal antar partai yang membuat situasi politik yang tidak stabil.
4 Konflik Kepentingan di dalam Sistem
Multi Partai
Di
era Demokrasi sekarang ini, sistem multipartai sangat mendukung terciptanya
kehidupan demokrasi di Indonesia. Partai-partai politik yang jumlahnya sangat
banyak berperan penting dalam kelancaran proses demokratisasi. Partai politik
sebagai sarana komunikasi politik, sangat berperan penting dalam penyaluran
kepentingan ini terhadap pemerintah.
Pada
kenyataannya peranan setiap partai dalam menyalurkan aspirasi pendukung
masing-masing, dihadapkan kepada dua pilihan,yaitu berusaha untuk menggabungkan
kepentingan-kepentingan dari seluruh partai atau memperjuangkan kepentingan
masing-masing dimana konsekuensinya adalah terjadinya banyak konflik antar
partai. Ideologi dari masing-masing partai yang sangat mempengaruhi jenis
kepentingan yang mereka perjuangkan terkadang menjadi alat untuk saling
menjatuhkan.
Konflik
antarpartai yang didasari oleh perbedaan ideologi kemungkinan besar dipengaruhi
oleh sosialisasi politik yang diperoleh para pendukung partai dari partai
politik masing-masing. Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
bertanggung jawab untuk semaksimal mungkin memberikan pemahaman mengenai
ideologi dari partai tersebut kepada masyarakat sehingga terbentuk sikap dan
orientasi politik yang didasari oleh ideologi tersebut. Setiap partai politik
berusaha untuk mempengaruhi setiap individu agar mau bersikap dan mempunyai
orientasi pikiran yang sesuai dengan ideologi partai tersebut. Karena itu suatu
hal yang wajar apabila terjadi konflik diantara Demokrat dan PDI Perjuangan,
karena proses sosialisasi politik yang mereka terima berbeda. Terlebih lagi
bila dua partai yang berideologi berbeda akan sangat besar potensi konflik yang
ada pada proses menjalankan peran masing-masing.
Konflik-konflik
diatas jelas membuat situasi politik menjadi tidak stabil dan itu memang
merupakan konsekuensi dari banyaknya partai pada saat itu. Fungsi lain dari
partai politik yang juga dapat menyebabkan terjadinya konflik antar partai
adalah sebagai wadah rekruitmen politik. Terkadang setiap partai politik
cenderung mempunyai sasaran tersendiri berupa kelompok-kelompok sosial untuk
direkrut menjadi anggota partai yang turut aktif dalam kegiatan politik partai.
Kecendrungan ini berdampak kepada adanya suatu pengidentikkan suatu partai
dengan sebuah kelompok sosial didalam masyarakat.
4 Fungsi Partai Politik yang Tidak
Terlaksana
Selanjutnya,
fungsi partai politik sebagai sarana pengatur konflik sepertinya tidak dapat
diperankan secara sempurna oleh partai-partai poltik yang ada pada era
Demokrasi Liberal. Hal ini dapat dibuktikan dengan Merujuk pada kenyataan yang
terjadi pada saat itu. Partai politik tidak memprioritaskan programnya kepada usaha
untuk tercapainya integrasi nasional, melainkan berusaha untuk mempertahankan
kelangsungan hidup masing-masing.
Ke-empat
fungsi partai yang diperankan oleh partai-partai politik pada sistem multi
partai sungguh cenderung mengacu pada terjadinya konflik. Namun hal ini tidak
membuat sistem multi partai menjadi tidak relevan di suatu negara demokrasi,
karena bila merujuk kepada definisi partai politik yang di kemukakan oleh Sigmund Neumann, maka
apapun sistem yang digunakan, tetap tidak akan dapat merubah sifat dari partai
politik itu sendiri, yaitu berusaha untuk meraih kekuasaan dan merebut dukungan
rakyat atas dasar persaingan antar partai yang mempunyai pandangan yang
berbeda-beda.Oleh karena itu, usaha yang dapat dilakukan untuk
meminimalisasikan potensi konflik adalah dengan mengadakan perubahan yang
menyangkut cara-cara merebut dan mempertahankan kekuasaan, mencari dukungan
dengan meninggalkan cara-cara yang mengarah kepada anarkisme, seperti
tuduhan-tuduhan, tudingan-tudingan, dan lain-lain. Cara-cara yang digunakan
hendaknya bersifat lebih kompromistis melalui jalur-jalur dialogis, sehingga
perbedaan yang memang suatu hal yang wajar dalam kehidupan demokrasi tidak
menjadi dasar dari timbulnya perpecahan, melainkan menjadi landasan terciptanya
integrasi nasional yang mantap.
c. Solusi Permasalahan dalam Partai
Politik
1) Partai
politik perlu diperkuat agar dapat melaksanakan fungsinya mewakili ekspresi
politik dan pilihan, membangun kompetisi kepemiluan dan dialog politik,
mewakili agregasi dan artikulasi kepentingan sosial, menyiapkan sosialisasi
politik, dan mempersiapkan pemilihan kepemimpinan dan tata kelola.
2) Revisi
perlu dilakukan terhadap UU Parpol untuk lebih dapat meningkatkan kualitas
parpol dalam peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia. Kajian perlu
dilakukan juga terhadap PP tentang partai lokal di Aceh untuk mendapatkan
masukan perbaikan PP-nya. Bantuan keuangan parpol perlu juga dievaluasi untuk
memberikan masukan perbaikan untuk penyusunan PP Bantuan Keuangan Parpol yang
akan dilaksanakan untuk periode 5 tahun selanjutnya.
3) Pelembagaan
proses pemilu harus dimulai sedini mungkin agar tidak menghadapi kendala waktu
yang terbatas. Penyiapan penyusunan rancangan peraturan KPU yang diperlukan,
tata cara advokasi hukum dan penyuluhannya bagi penyelenggara pemilu akan
mendorong penyiapan penyelenggaran pemilu secara lebih profesional dan tepat
waktu. Peta logistik pemilu dan mekanisme distribusi logistik, serta komunikasi
KPU dengan KPU provinsi/kab/kota perlu diperbaiki sejak dini dan diperbaharui terus-menerus
untuk dapat lebih meningkatkan sasaran distribusi logistik tepat lokasi dan
tepat waktu meningkatkan koordinasi. Pemutakhiran data pemilih merupakan
keniscayaan yang perlu dilakukan secara teratur dan dapat dimanfaatkan tidak
saja pada pemilu untuk 2014 mendatang, tetapi juga untuk keperluan pemilu
kepala daerah. Perlu dirumuskan metode pemutakhiran yang efektif dan efisien,
dan alur komunikasi dan koordinasi antara KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten dan
KPU Kota agar pemutakhiran berjalan dengan baik dan menghasilkan data yang
akurat. Teknologi informasi perlu menjadi pilihan untuk mendukung pemutakhiran
data.
4) Pelaksanaan pendidikan politik, termasuk
di dalamnya pendidikan pemilih, pendidikan politik demokratis, serta pendidikan
kewarganegaraan dan pengembangan budaya dan etika politik demokrasi yang
berdasarkan empat pilar bangsa. Perlu menjadi pembelajaran ke depan adalah
bahwa penanganan dengan cara-cara kekerasan, tidak demokratis, dan tanpa
menghargai hak asasi manusia jelas terbukti menyebabkan ketidakharmonisan di
dalam masyarakat dan berlarutnya persoalan. Sementara itu, penanganan tanpa
kekerasan lebih memudahkan penyelesaian masalah, dan tentunya membawa harmoni
dalam masyarakat. Pendidikan perdamaian perlu menjadi bagian kurikulum yang diajarkan
dalam pendidikan politik dan kebangsaan. Di samping itu, pendidikan untuk
aparatur pemerintah di daerah perlu mendapatkan prioritas mengingat posisi dan
fungsinya yang lebih dekat untuk melayani masyarakat di daerah.
5) Peningkatan peran perempuan melalui pendidikan
politik. Pendidikan politik perlu dilaksanakan secara lebih intensif untuk
mengimbangi paradigma yang tidak menguntungkan bagi pihak perempuan. Pendidikan
politik perlu memiliki strategi jitu untuk mengikis permasalahan yang dihadapi
akses partisipasi perempuan dalam politik. Kebijakan dan fasilitasi
terus-menerus merupakan kunci keberhasilan pencapaian kuota 30% perempuan dalam
lembaga penyelenggara negara dan lembaga politik, dan peran-peran lainnya yang
seharusnya mensyaratkan keterlibatan perempuan.
6) Pengembangan pusat pendidikan politik dan
kebangsaan, termasuk di dalamnya pendidikan politik dan
pendidikan pemilih, partisipasi politik rakyat, dan pusat pendidikan kebangsaan
sebagai wadah pembelajaran dan dihasilkannya metode dan pendekatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam berdemokrasi serta berbangsa.
Pusat pendidikan diperlukan untuk menjaga agar pendidikan dapat terus dilakukan
secara bersinambungan tanpa henti dan menghasilkan inovasi-inovasi baru yang
tepat dalam meningkatkan proses pendidikan untuk masyarakat. Pendidikan yang
terus-menerus diperlukan untuk mengimbangi pengikisan terhadap nasionalisme dan
kebangsaan Indonesia. Perlu adanya kerja sama dan memanfaatkan sekolah-sekolah
demokrasi dan kebangsaan yang telah ada di seluruh Indonesia untuk
mengoptimalkan fungsi pendidikan politik dan kebangsaan di tanah air.
Selain itu, dalam menjalankan
perannya dalam kehidupan politik nasional, partai politik menyelenggarakan
beberapa fungsi sebagai berikut : 1. Partai sebagai sarana komunikasi politik,
2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik, 3. Partai politik
sebagai saran rekruitmen politik, 4. Partai politik sebagai sarana pengatur
konflik. Ke-empat
fungsi di atas akan coba dikaji sejauh mana partai-partai politik yang hidup di
era Demokrasi Liberal dengan sistem multi partainya dapat berperan sebaik
mungkin dengan menjalankan fungsi-fungsi di atas sebagai mana mestinya.
Selain
itu, parpol memiliki
tujuan tertentu serta memiliki beragam komposisi dan sifat keanggotannya. Lebih
dari itu, jika dicermati secara intens, dalam Islam, yakni solusi dalam
permasalahan partai politik, yaitu :
r
Pertama: Parpol wajib mengoreksi penguasa.
Keberadaan parpol dalam Islam memiliki tugas atau kewajiban sesuai dengan yang
ditentukan oleh Allah Swt., yakni mendakwahkan Islam dan melakukan amar makruf
nahi mungkar (lihat: QS Ali Imran [3]: 104). Di tangan penguasalah puncak
kemakrufan atau kemungkaran. Karena itu, fungsi utama amar makruf dan nahi
mungkar bersentuhan langsung dengan pihak penguasa. Rasullah saw. bersabda:
سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ
اْلمُطَالِبِ وَرَجُلٌ قَامَ عَلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ
فَقَتَلَهُ
Pemuka para syuhada adalah Hamzah bin
Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa zalim untuk
melakukan amar makruf nahi mungkar kepadanya, lalu penguasa tersebut
membunuhnya.
(HR al-Hakim).
Hadis ini menunjukkan bahwa tugas parpol adalah melakukan
koreksi terhadap penguasa. Jika dalam perjalanan kekuasaannya penguasa
melakukan penyimpangan maka tugas dan kewajiban parpol Islam untuk
meluruskannya agar sesuai dengan sistem (hukum) Islam. Fungsi perbaikan (ishlâh)
hanya dapat dipahami dalam konteks penguasa memang diangkat berdasarkan sistem
(hukum) Islam dan dalam rangka menerapkan hukum Allah Swt. Namun, jika penguasa
diangkat berdasarkan sistem (hukum) kufur yang mengatur masyarakatnya maka yang
dilakukan parpol Islam adalah perubahan total (taghyîr).
Pada masa Rasulullah saw., seluruh langkah parpol Islam di
kota Makkah adalah langkah-langkah yang bersifat taghyîr (perubahan
total), bukan ishlâh (perubahan parsial). Setiap parpol Islam di seluruh
negeri-negeri Muslim wajib mencontoh tharîqah (metode) Rasulullah saw.
Ini berarti kita telah menjalankan sunnah Rasulullah saw.
r
Kedua: Parpol dalam Islam harus membina
kesadaran politik masyarakat. Setiap peristiwa di tengah masyarakat tidak
selalu murni tanpa rekayasa. Sebagian peristiwa boleh jadi by design
kelompok tertentu dan untuk kepentingan politik tertentu pula.
Pada hakikatnya, situasi politik lokal, regional, dan
internasional terjadi mengikuti mainstream dari sebuah kebijakan
politik. Umat harus mengamati dan memahami semua kejadian tersebut dari sudut
pandang Islam. Inilah yang disebut dengan kesadaran politik Islam.
Pada masa lalu, Rasulullah saw. melakukan aktivitas
membangun struktur kelompok terpilih yang beranggotakan para Sahabat.
Rasulullah saw. membina mereka secara langsung sehingga mereka memiliki
kepribadian Islam yang kokoh. Mereka dipersiapkan sebagai pilar-pilar yang akan
menjadi penopang ketika masyarakat dan Daulah Islam (Khilafah) terbentuk. Di
samping itu, pembinaan secara umum kepada masyarakat dilakukan dengan
melontarkan opini umum tentang ajaran Islam, merespon berbagai persoalan
kemasyarakatan, membongkar persekongkolan dan rekayasa jahat orang-orang kafir
terhadap ajaran Islam dan kaum Muslim, dan sebagainya. Semua itu adalah bagian
dari tahapan dan proses yang dijalin oleh Rasulullah saw. dengan tuntunan wahyu
Allah SWT.
r
Ketiga: Parpol berupaya mewujudkan dan
menjaga tegaknya Islam. Sudah saatnya parpol Islam tidak lagi terbuai dengan
wacana demokrasi dan Pemilu yang terbukti hanya fatamorgana. Parpol Islam tidak
seharusnya menampilkan simbol-simbol partai, jargon-jargon kosong, retorika
tanpa makna yang cenderung melenakan umat, atau pidato agitatif yang membius
euforia dan histeria massa ketika kampanye. Jika sekadar itu yang dilakukan
maka tidak akan ada implikasinya terhadap kebangkitan Islam.
Pada masa lalu, Rasulullah saw. dan para Sahabat
mendakwahkah Islam, sekaligus melakukan aktivitas politik yang bertujuan
mendirikan Daulah Islam. Dengan aktivitas politik sistematis yang ditempuh
Rasulullah saw. dan para Sahabat, akhirnya berdiri Daulah Islam di kota
Madinah. Seluruh aktivitas dakwah Rasulullah saw. dan para Sahabat merupakan
rangkaian aktivitas politik dan dengan aktivitas ini pula Negara Madinah
terwujud.
Dalam konteks kekinian, aturan Islam tidak lagi diterapkan
dalam seluruh aspek kehidupan. Akibatnya, kaum Muslim mendapatkan kemadaratan
dan jauh dari kemaslahatan. Saat ini, umat Islam tidak ada lagi memiliki
institusi politik Islam (Khilafah) yang bisa menjaga kemuliaan mereka.
Ketiadaan Khilafah mengakibatkan umat Islam mengalami penderitaan, kemiskinan,
kezaliman, pembantaian, dan lain-lain. Negara-negara kafir penjajah menjarah
dan mengeksploitasi kekayaan alam negeri-negeri kaum Muslim tanpa ada yang
mampu menghadapinya.
2.
Organisasi Sosial Kemasyarakatan
a. Konsep Organisasi Sosial
Kemasyarakatan
Menurut Wikipedia
bahasa Indonesia, Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat,
baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana
partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk
yang selalu hidup bersama-sama, manusia
membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak
dapat mereka capai sendiri.
Ciri-ciri
organisasi social
Menurut
Berelson dan Steiner(1964:55) sebuah organisasi memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
1.
Formalitas,
merupakan ciri organisasi sosial yang menunjuk kepada adanya perumusan tertulis
daripada peratutan-peraturan, ketetapan-ketetapan, prosedur, kebijaksanaan,
tujuan, strategi, dan seterusnya.
2. Hierarkhi, merupakan ciri organisasi
yang menunjuk pada adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk
piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan
kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada
organisasi tersebut.
3. Besarnya dan Kompleksnya, dalam hal
ini pada umumnya organisasi sosial memiliki banyak anggota sehingga hubungan
sosial antar anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya
dikenal dengan gejala “birokrasi”.
4. Lamanya (duration), menunjuk
pada diri bahwa eksistensi suatu organisasi lebih lama daripada keanggotaan
orang-orang dalam organisasi itu.
Ada juga yang menyatakan bahwa
organisasi sosial, memiliki beberapa ciri lain yang behubungan dengan
keberadaan organisasi itu. Diantaranya ádalah:
1.
Rumusan
batas-batas operasionalnya(organisasi) jelas. Seperti yang telah dibicarakan
diatas, organisasi akan mengutamakan pencapaian tujuan-tujuan berdasarkan
keputusan yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini, kegiatan operasional
sebuah organisasi dibatasi oleh ketetapan yang mengikat berdasarkan kepentingan
bersama, sekaligus memenuhi aspirasi anggotanya.
2. Memiliki identitas yang jelas.
Organisasi akan cepat diakui oleh masyarakat sekelilingnya apabila memiliki
identitas yang jelas. Identitas berkaitan dengan informasi mengenai organisasi,
tujuan pembentukan organisasi, maupun tempat organisasi itu berdiri, dan lain
sebagainya.
3. Keanggotaan formal, status dan
peran. Pada setiap anggotanya memiliki peran serta tugas masing masing sesuai
dengan batasan yang telah disepakati bersama.
Jadi,
dari beberapa ciri organisasi yang telah dikemukakan kita akan mudah membedakan
yang mana dapat dikatakan organisasi dan yang mana tidak dapat dikatakan
sebagai sebuah organisasi.
Menurut
Adi Widjajanto , Konsep organisasi sosial masyarakat merupakan jejaring kerja
(working network) yang tidak hanya terdiri civil society organizations, namun
melibatkan partai politik, lembaga-lembaga agama, prnata adatdan aktor-aktor
individu seperti para informal tokoh-tokoh agama. Jejaring ini bergerak secara
setimultan dan berupaya mengimplementasikan melalui proses demokratisasi partisasipasu
rakyat dalam pembuatan kebijakan, prinsip good governance dalam pencapaian
political public goods, pemerataan distribusi kesejahteraan, prinsip non
kekerasan dalam mengatasi perasalahan sosial. Gerak jejaring kerja tersebut
tidak mengurangi peran kewarganegaraan, namun lebih diarahkan dalam penguatan
kapasitas masyarakat sipil tersebut mengembangkan mekanisme penguatan warga
dalam berhadapan dengan pasar dan negara.
Kata
Masyarakat itu berasal dari bahasa Arab, yaitu syaraka yang berarti ikut serta.
Pengertian masyarakat mencakup interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa
kebersamaan. Masyarakat sering juga disebut sistem sosial. Selain itu, ada
beberapa pendapat yang mengemukakan tentang pengertian masyarakat.
Menurut
Koentjaraningrat, Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang terikat oleh suatu rasa
identitas bersama.
Harold
J.Laski , Masyarakat adalah kelompok manusia yang hidup bersama dan bekerja
sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama.
Jadi,
Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk
mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang kegiatan
masyarakat dan kegiatan dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan
pembangunan nasional.
Menurut UU No. 8 Tahun 1985
tentang Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Kemasyarakatan sebagai sarana
untuk menyalurkan pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat Warganegara
Republik Indonesia, mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
keikutsertaan secara aktif seluruh lapisan masyarakat dalam mewujudkan
masyarakat Pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka menjamin
pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa, menjamin keberhasilan pembangunan
nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan sekaligus menjamin tercapainya
tujuan nasional
FUNGSI, HAK, DAN KEWAJIBAN
Organisasi Kemasyarakatan berfungsi sebagai :
a) wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya;
b) wadah pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha
mewujudkan tujuan organisasi:
c) wadah peranserta dalam usaha menyukseskan pembangunan
nasional;
d) sarana penyalur aspirasi anggota, dan sebagai sarana
komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau antar Organisasi Kemasyarakatan,
dan antara Organisasi Kemasyarakatan dengan organisasi kekuatan sosial politik,
Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat, dan Pemerintah.
Organisasi Kemasyarakatan berhak :
a) melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi;
b) mempertahankan hak hidupnya sesuai dengan tujuan
organisasi.
Organisasi Kemasyarakatan berkewajiban :
a) mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
b) menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
c) memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam
kerangka inilah letak pentingnya peranan Organisasi Kemasyarakatan, sehingga
pengaturan serta pembinaannya perlu diarahkan kepada pencapaian dua sasaran
pokok, yaitu :
a. Terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mampu
memberikan pendidikan kepada masyarakat Warganegara Republik Indonesia ke arah;
b. Semakin mantapnya kesadaran kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang‑Undang Dasar 1945;
c. Tumbuhnya gairah dan dorongan yang kuat pada manusia dan
masyarakat Indonesia untuk ikut serta secara aktif dalam pembangunan nasional;
d. Terwujudnya Organisasi Kemasyarakatan yang mandiri dan
mampu berperan secara berdaya guna sebagai sarana untuk berserikat atau
berorganisasi bagi masyarakat Warganegara Republik Indonesia guna menyalurkan
aspirasinya dalam pembangunan nasional, yang sekaligus merupakan penjabaran
Pasal 28 Undang‑Undang Dasar 1945.
Oleh karena pembangunan merupakan
pengamalan Pancasila, dan tujuan serta subyeknya adalah manusia dan seluruh
masyarakat Warganegara Republik Indonesia yang ber‑Pancasila, maka adalah wajar
bilamana Organisasi Kemasyarakatan juga menjadikan Pancasila sebagai satu‑satunya
asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dalam rangka
pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat Pancasila. Dalam Negara Republik
Indonesia yang berlandaskan Pancasila, maka agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber motivasi dan inspirasi bagi para
pemeluknya, dan mendapat tempat yang sangat terhormat.Penetapan Pancasila
sebagai satu‑satunya asas bagi Organisasi Kemasyarakatan tidaklah berarti
Pancasila akan menggantikan agama, dan agama tidak mungkin di‑Pancasilakan;
antara keduanya tidak ada pertentangan nilai. Organisasi Kemasyarakatan yang
dibentuk atas dasar kesamaan agama menetapkan tujuannya dan menjabarkannya
dalam program masing‑masing sesuai dengan sifat kekhususannya, dan dengan
semakin meningkat dan meluasnya pembangunan maka kehidupan keagamaan dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus semakin diamalkan, baik dalam
kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial kemasyarakatan.
Organisasi sosial kemasyarakatan, hukumnya boleh
dilakukan oleh individu atau sejumlah orang (penduduk suatu kampung, misalnya).
Hukum tersebut sangat jelas dan masyhur dalam Islam. Sebab, semua nash yang
berkaitan dengan masalah tersebut telah mengajak dan mendorong setiap individu
Muslim untuk melaksanakannya, baik laki-laki maupun perempuan. Perhatikanlah
nash-nash yang tercantum di bawah ini:
“(Dan) mereka memberikan makanan yang mereka sukai kepada orang miskin,
anak yatim dan orang yang ditawan” (Al Insan: 8).
“…(Dan) tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan (Seperti
shalat, jihad dan lainnya) dan taqwa (perbuatan yang diridlaiNya, seperti
membangun masjid dan lainnya), serta janganlah tolong menolong dalam berbuat
dosa atau pelanggaran (menyimpang dari ketentuan syara’, seperti membunuh kaum
Muslimin, memberontak terhadap negara Islam dan lainnya)” (Al
Maîdah: 2).
“Siapa saja yang membangun suatu masjid, kecil atau besar, yang
semata-mata hanya lillahi Ta’ala, maka Allah akan membangunkan (menyediakan)
untuknya rumah di Jannah” (HR Tirmizhi, no. 317)1).
“Aku dan orang-orang yang memelihara anak yatim dengan baik, berada di
Jannah, bagaikan jari telunjuk dengan jari tengahnya” (HR
Bukhari X/365; Tirmizhi no. 1919; dan Abu Daud no. 5150)2).
“Orang yang (berusaha) membantu janda dan orang miskin bagaikan pejuang
fisabilillah, bahkan ia laksana orang yang tidak pernah berhenti shaum dan
senantiasa bangun (untuk) shalat malam” (HR Bukhari dan
Muslim)3).
Semua ayat Al Qurâan dan hadits di atas adalah
perintah yang tidak wajib dan merupakan ajakan kepada individu maupun rakyat
pada setiap masa dan tempat untuk melakukan berbagai macam kegiatan sosial
kemasyarakatan; sekaligus menunjukkan boleh adanya kerjasama, gotong royong
antarsesama Muslim, baik hal tersebut dilakukan secara temporal di saat-saat
mereka butuhkan, ataukah mereka membentuk suatu kepengurusan sementara
(misalnya untuk melaksanakan pembangunan masjid) yang mengangkat seorang ketua
untuk mengatur kegiatan sosial tersebut sampai bangunan masjid atau yang
lainnya menjadi terwujud.
Organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan yang
ada di negeri-negeri kaum Muslimin mulai bermunculan sejak runtuhnya khilafah
Islam pada awal abad XX ini. Walaupun telah membawa banyak manfaat bagi kaum
Muslimin dari segi pendidikan, peribadatan, kesehatan masyarakat, sandang,
pangan, dan sebagainya; tetapi mudlaratnya yang akan diuraikan di bawah lebih
besar daripada semua manfaat tersebut. Oleh karena itu, lebih baik organisasi
sosial kemasyarakatan di negeri-negeri kaum Muslimin itu tidak ada sama sekali.
Sebab, keberadaannya justru telah memadamkan semangat umat dalam memperjuangkan
Islam.
Hampir semua organisasi tersebut telah mengarahkan
kaum Muslimin kepada berbagai persoalan kehidupan yang sepele (tidak penting),
bila dibandingkan dengan urgensi tegaknya Islam di seluruh dunia Islam. Bahkan
dari segi kemampuannya, organisasi seperti ini hanya mampu memenuhi kebutuhan
sejumlah kecil umat; sama sekali tidak mampu memenuhi kebutuhan suatu daerah
kecil, apalagi mencukupi kebutuhan umat secara keseluruhan. Sebab, kemampuan
yang besar seperti itu hanya dimiliki oleh negara khilafah. Dengan demikian, hanya
negara khilafahlah satu-satunya kekuatan yang mampu memenuhi semua kebutuhan
umat di seluruh dunia. Dalam prakteknya, pada umumnya organisasi-organisasi
tersebut lebih banyak menghinakan diri dengan cara “mengemis” kepada
negara-negara kaya dari kalangan negeri-negeri Islam lainnya. Hidup mereka
banyak ditentukan oleh subsidi dan sumbangan. Kita telah sering mendengar bahwa
bentuk-bentuk bantuan tersebut bukannya tanpa pamrih. Sebab, begitu mereka
mendapatkan bantuan, mereka diharuskan membawa pesan sponsor dari pihak yang
membantu dalam bentuk propaganda dan seruan politis tertentu.
Bahaya yang lebih besar dengan adanya organisasi semacam ini nampak lebih jelas
pada saat telah terpenuhinya kebutuhan hidup individu-individu yang ada di
dalamnya serta telah tercukupinya kebutuhan sebagian masyarakat. Dalam
keadaan seperti ini mereka akhirnya lupa akan semua penderitaan yang dialami,
misalnya, akibat adanya penguasa zhalim yang tidak menerapkan hukum Islam dan
telah melalaikan semua atau sebagian kewajibannya terhadap rakyatnya sendiri.
b. Masalah dan Implikasinya dalam
Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Kapasitas dan kiprah organisasi masyarakat sipil
juga masih belum cukup memadai untuk terlibat dalam penyusunan kebijakan publik
dan melakukan pengawasan kepada penyelenggara negara. Kegiatan-kegiatan
organisasi masih bersifat kasuistis dan sporadis, serta tidak berkelanjutan.
Berbagai kinerja yang kurang memadai ini disebabkan oleh kelemahan organisasi
masyarakat sipil yang berakar pada beberapa hal internal berikut ini. Pertama,
lemahnya manajemen pengelolaan organisasi termasuk di dalamnya kurang melakukan
kaderisasi dan pengelolaan SDM yang tepat, serta belum memiliki jaringan yang
luas di kalangan masyarakat sipil. Kedua, rendahnya
akses organisasi terhadap informasi. Ketiga,
minimnya dukungan prasarana, pelatihan, permodalan serta akses distribusi dan
pemasaran pada proses pengembangan unit-unit produksi OMS Keempat,
keterbatasan proses pertukaran gagasan, pengalaman, dan pembelajaran
antar-organisasi masyarakat antar wilayah karena keterbatasan mobilitas mereka.
Hal lain, OMS tidak terbebas pula dari persoalan tidak transparan dan korupsi.
Selain itu, kegiatan advokasi yang dilakukan oleh
kalangan organisasi masyarakat sipil masih akan dihadapkan pada permasalahan
tidak dimilikinya ikatan yang jelas dengan konstituen atau kelompok-kelompok
masyarakat yang diperjuangkannya. Kritik ini menunjuk secara jelas pada dua
hal: pertama, banyak kegiatan advokasi yang dilakukan selama
ini yang lebih didorong oleh pikiran sepihak dari para pengagasnya, daripada
hasil rumusan kolektif dari kelompok-kelompok masyarakat yang secara langsung
dirujuk di dalam kerangka kerja advokasi tersebut. Kedua,
kritik tersebut menunjuk kepada lemahnya pengorganisasian OMS di dalam upaya-upaya
untuk mendorong perubahan. Bahkan, dalam banyak kasus seringkali kegiatan
advokasi yang dilakukan itu menggunakan cara-cara kerja dengan memobilisasi
rakyat atau kelompokkelompok masyarakat korban sebagai barisan pagar betis
daripada mengorganisasi masyarakat sebagai basis dari perubahan itu sendiri.
Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh organisasi masyarakat sipil adalah
persoalan pendanaan yang membawa konsekuensi keberlanjutan organisasi.
Persoalan ini merupakan persoalan penting yang perlu dicarikan jalan
pemecahannya.
UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan yang menjadi dasar dan koridor bekerjanya organisasi masyarakat
sipil sudah tidak cukup akomodatif dalam merespon proses demokratisasi saat ini
yang terus berkembang. UU tersebut belum cukup akomodatif meningkatkan peran
masyarakat sipil, serta mengakomodasikan kesadaran masyarakat yang meningkat
mengenai hak-hak demokratis mereka. Negara perlu mendukung perumusan
perundang-undangan yang memberikan pengakuan, peluang, dan dukungan atas
independensi masyarakat sipil dalam proses pengembangan demokrasi dan
pencapaian kesejahteraan rakyat. Pada saat bersamaan perlu terus dibangun
peningkatan dialog dan konsultasi antara Negara dengan organisasi masyarakat
sipil yang dilandasi dengan semangat kemitraan yang setara.
Secara
umum, ada 5 (lima) persoalan yang dihadapi oleh organisasi sosial
kemasyarakatan yang menyebabkan mereka tidak optimal dalam menjalankan peran
sebagai basis partisipasi dan agen pemberdayaan masyarakat.
1.
Problem
pertama berkait dengan motivasi pembentukan organisasi. Seringkali
organisasi di desa dibentuk bukan karena kebutuhan anggotanya, melainkan
kepentingan segelintir orang atau negara yang ingin mengontrol rakyat melalui
organisasi tersebut.
2. Problem pertama berdampak pada
munculnya problem kedua, yaitu rendahnya rasa handarbeni (rasa
memiliki) para anggotanya. Faktor ini mempunyai hubungan timbali balik dengan
optimalisasi fungsi dan peran organisasi. Rendahnya rasa handarbeni berdampak
pada rendahnya partisipasi anggota, akibatnya kinerja organisasi rendah dan
fungsinya tidak berjalan optimal.
3. Faktor ketiga yang menyebabkan
kurang optimalnya organisasi sosial adalah pengelolaan organisasi yang
cenderung elitis, hanya melibatkan beberapa anggota terutama pengurus.
Kebijakan organisasi yang bersifat top-down menyebabkan tidak
terakomodirnya kebutuhan dan aspirasi anggota dengan baik.
4. Keempat, persoalan yang klasik, yaitu dana.
Hampir semua organisasi sosial kemasyarakatan di desa menghadapi persoalan
dana, hanya sebagian kecil saja yang dapat memenuhi sendiri kebutuhan dana
karena mereka sudah memiliki mekanisme pengelolaan anggaran yang mapan.
5. Kelima, belum adanya konsep maupun
implementasi gagasan pembentukan jaringan antar organisasi sosial
kemasyarakatan. Banyak organisasi mengalami stagnasi karena tidak mampu
memecahkan persoalan internal organisasi yang disebabkan rendahnya kapasitas
maupun minimnya referensi pengelolaan organisasi yang baik. Melalui pembentukan
jaringan, organisasi-organisasi yang tergabung di dalamnya dapat melakukan
tukar pengalaman, baik keberhasilan maupun persoalan yang dihadapi dan solusi
untuk mengatasinya. Lebih jauh lagi, pembentukan jaringan ini sangat penting
dalam rangka pengembangan peran organisasi sebagai basis partisipasi dan
pemberdayaan masyarakat sipil dalam kontek pengelolaan tata pemerintahan desa.
c.
Solusi
Permasalahan dalam Organisasi Sosial Kemasyarakatan
1.
Fasilitasi
program penguatan organisasi masyarakat sipil (OMS) dan partai politik Penguatan
OMS perlu ditekankan pada peningkatan manajemen, peningkatan kualitas SDM,
proses pengaderan, pengembangan jaringan dan penggalangan dana operasional
organisasi yang dapat menjamin keberlanjutan OMS. Dalam melaksanakan penguatan
kapasitasnya, OMS dapat diberikan fasilitasi peningkatan kapasitas secara
langsung dalam bentuk kegiatan pelatihan dan bentuk-bentuk lain yang inovatif
dan tepat, dan juga dapat diberikan pembelajaran secara langsung dengan
melakukan kegiatan langsung di masyarakat (learning by
doing) untuk mempraktikkan manajemen pengelolaan kegiatan di dalam
masyarakat. Best practices dari OMS
yang berhasil baik pada tingkat nasional maupun daerah bahkan dunia perlu
didistribusikan secara meluas secara regular untuk dorongan semangat dan
prestasi serta perbaikan kapasitas organisasi.
2. Perbaikan peraturan perundangan di bidang politik
dan perumusan kebijakan pemerintah UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi
Kemasyarakatan perlu direvisi agar dapat mengakomodasi perkembangan demokrasi
yang sedang berlangsung. Rencana revisi terhadap UU tersebut telah dimasukkan
ke dalam Prolegnas sejak tahun 1999 dan tidak pernah berhasil untuk diselesaikan.
Untuk itu, diperlukan upaya fasilitasi untuk mendorong revisi UU tersebut
melalui berbagai dialog dengan berbagai pemangku kepentingan terutama dengan
kalangan OMS agar dalam 5 tahun ke depan revisi tersebut dapat diselesaikan. Di
samping itu,
3. Dukungan bagi keberlanjutan peran OMS dalam proses
demokratisasi. Pengembangan democracy trust
fund diperlukan untuk menjamin keberlanjutan organisasi masyarakat sipil
sebagai jalur terhadap sumber pendanaan yang diperlukan bagi operasionalisasi
OMS. Untuk mendukung pengembangan trust fund tersebut,
fasilitasi pengkajian perlu dilakukan terhadap beberapa peraturan
perundangan-undangan seperti evaluasi UU No. 9 Tahun 1961, tentang Pengumpulan
Uang dan Barang dan fasilitasi forum untuk memberi masukan terhadap penyusunan
naskah akademis dan draf RPP Insentif Perpajakan. Keberlanjutan OMS perlu
didukung oleh seluruh pemangku kepentingan di daerah. Untuk itu, fasilitas
terhadap pemerintah daerah perlu dilakukan untuk membantu peningkatan peran dan
kapasitas forum publik yang melibatkan OMS di daerah. Proses konsolidasi
demokrasi memerlukan dukungan seluruh pemangku kepentingan, baik di pusat maupun
di daerah. Khusus terkait dengan forum publik FKUB, peningkatan kapasitas perlu
dilakukan agar dapat melaksanakan perannya secara efektif.
4. Pengembangan
kerja sama dengan organisasi masyarakat sipil untuk melaksanakan
pendidikan politik, pendidikan pemilih dan pendidikan kewarganegaraan dan
melaksanakan diskusi untuk memberikan masukan perumusan kebijakan publik.
Fasilitasi, koordinasi, penguatan lembaga yang akan melaksanakan kerja sama,
penguatan hubungan dengan pemerintah daerah, serta penguatan proses pemantauan
merupakan kunci keberhasilan program kerja sama dimaksud.
5. Penguatan dan pelembagaan forum dialog masyarakat
dalam mendukung proses demokratisasi dan penyelesaian konflik. Masyarakat
sendirilah yang tahu persis permasalahan sehingga perlu didukung oleh adanya
forum dialog yang efektif dan peningkatan kapasitasnya agar dapat mengelola
konflik dalam masyarakat. Pemerintah perlu melakukan kerja sama pula dengan OMS
yang berkecimpung dalam penanganan konflik untuk mendorong masyarakat sipil di
daerah melakukan pengelolaan konflik dengan efektif. Konsolidasi demokrasi
memerlukan dukungan tidak hanya pemerintah di pusat, tetapi harus didukung oleh
pemerintahan daerah dan pemangku kepentingan di daerah. Kelompok Kerja
Demokrasi Provinsi sebagai forum multistakeholder perlu
diperkuat sebagai wadah untuk membantu perumusan kebijakan publik pemajuan
demokrasi dan melakukan penilaian perkembangan demokrasi di daerah provinsi
masing-masing. Kedua fungsi kelompok kerja demokrasi tersebut akan membantu
pemerintah daerah dalam merumuskan agenda pembangunan politik untuk memperbaiki
kinerja demokrasi di daerah.
6. Fasilitasi penyusunan mekanisme penyusunan kebijakan
publik untuk menyalurkan dan menguatkan interaksi dan
komunikasi yang lebih intensif antara para pembuat kebijakan dan masyarakat
sipil agar kebijakan yang dibuat memiliki relevansi dengan kebutuhan nyata
masyarakat dan dapat menyelesaikan persoalan di dalam masyarakat;
7. Nilai-nilai kekeluargaan dan
kebersamaan, salah satunya, dibangun melalui tradisi lokal, baik yang bersifat
keseharian maupun untuk perayaan adat tertentu. Pada sebuah ritual adat
sebagian besar masyarakat berkumpul untuk melakukan perayaan, minimal menjadi
penonton. Tradisi saling mengunjungi pada hari raya, saling mengantarkan makanan,
jagongan merupakan sarana penting dalam mempererat hubungan kekeluargaan
masyarakat desa.
8. Bentuk lain modal sosial dapat dilihat
pada berkembangnya solidaritas dan keswadayaan masyarakat desa dalam
pembangunan. Solidaritas dan keswadayaan, dipandang dari kaca mata Putnam
(1993), merupakan modal sosial yang berwujud “asosiasi horisontal” antar
individu dan norma yang mendorong produktivitas komunitas. Pada masyarakat desa
solidaritas yang berkembang dapat kita lihat dalam bentuk sambatan, bantuan
ketika ada orang meninggal, sakit atau hajatan. Keswadayaan secara riil terukur
dari tingkat partisipasi material masyarakat pada suatu program pembangunan
wilayah. Sayangnya, solidaritas keswadayaan masyarakat yang biasanya terwujud
pada aktivitas gotong royong sering diklaim oleh pemerintah desa sebagai wujud
“keberhasilan pembangunan desa”. Aktivitas gotong royong dalam APBDes diuangkan
dan dilaporkan sebagai input pembangunan, padahal dalam kenyataannya masyarakat
bekerja dengan “sukarela” tanpa menerima bayaran sepeserpun.
Perkembangan permasalahan sosial
dalam masyarakat begitu kompleks sehingga diperlukan penanganan secara
sungguh-sungguh, cepat, tepat dan berkelanjutan. Artinya untuk menyelesaikan
permasalahan sosial dalam masyarakat tersebut diperlukan adanya motivator,
stabilisator dan pendamping sosial yang hidup serta berkembang dalam masyarakat
itu sendiri. Para motivator, stabilisator dan pendamping sosial tersebut perlu
dibekali pengetahuan dan pemahaman lebih terhadap permasalahan sosial yang ada
dalam lingkungannya, untuk selanjutnya berkiprah sesuai dengan kultur dan
tradisi lingkungannya itu sehingga mereka tidak terkesan eksklusif.
Sesuatu menjadi tujuan bersama dalam
kehidupan berkelompok, individu setiap manusia dalam suatu negara adalan
tercapainya kesejahteraan. Kesejahteraan kebutuhan bersama yang cara
penanganyapun secara bersama antara semua pihak. Pihak yang bertanggung jawab
dalam mensejahteraakan raknya adalah pemerintah dikarenakan pemerintah yang
memiliki kebijakan dalam mengelolah jalannya negara. Masyarakat dalam membantu
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya sangat diperlukan
dikarenakan merupaka suatu kerja yang dilakukan secara bersama agar
kesejahteraan dapat tercapai. Program negara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya
tertuang dalam pembangunan.
D. KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
Sistem
multi partai memang menjadi ciri khas dari sistem pemerintahan parlementer di
era Demokrasi Liberal. Saat itu, peran partai politik dalam mempengaruhi
situasi politik nasional sangat menonjol. Baik tidaknya pengaruh yang diberikan
oleh partai politik terhadap situasi nasional tergantung bagaimana partai
politik tersebut menjalankan fungsinya sebagai sebuah partai politik.
Disini
dapat kita lihat bahwa bila kita ingin mewujudkan harapan-harapan diatas maka
setiap unsur-unsur negara harus menjalankan fungsinya masing-masing dengan
cara-cara yang baik, dan tidak mengarah kepada perpecahan. Fenomena multi
partai yang sama pada masa yang berbeda ini seharusnya bisa menjadi pelajaran sejarah
bagi kita dalam memahami masalah yang akan timbul dan kesalahan-kesalahan masa
lalu yang seharusnya tidak terjadi lagi pada masa sekarang.
Struktur
organisasi masyarakat mempunyai peranan penting dalam melakukan pemberdayaan
ekonomi masyarakat karena berfungsi sebagai key person. Struktur organisasi
masyarakat juga dapat meredam atas stratifikasi social yang berdasar
kepemilikan kekayaan, namun lebih ditentukan kegiatan social (mobiltas) dalam
bernasyarakat. Pembaharuan
yang dimaksud adalah upaya pengembangan nilai-nilai yang melandasi struktur
sosial suatu masyarakat yang dinami, stabil dan mengacu pada tujuan pencapaian
kesejahteraan sosial. Sementara Pengelolaan Sosial adalah bagaimana menjadikan
seluruh dinamika sosial dalam sistem masyarakat sebagai energi positif yang
dapat dimanfaatkan bagi pengembangan masyarakat itu sendiri. Dan penyelesaian
Masalah Sosial adalah intervensi sosial yang dilakukan secara sadar, inovatif
dan terukut terhadap suatu permasalahan sosial sebagai langkah untuk menjadikan
masalah tersebut normal kembali atau lebih baik lagi sesuai dengan nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat.
Tujuan
pembangunan mewujudkan masayarakat yang adil dan makmur secara merata material
dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD'45 dalam wadah NKRI yang merdeka,
bersatu, berdaulat dalam perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan
dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan
damai.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan
Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010 – 2014
Sumber http://www.blogspot.com Definisi
dan Teori Politik Diposkan oleh Akong Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:32
pm.
Sumber
http://hizbut-tahrir.or.id/ Konstruksi Parpol dalam Ideologi
Islam Diposkan oleh Hizbut Tahrir Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul
02:09 pm.
Sumber
http://rohimghazali.wordpress.com/ Berpartai
Tanpa Modal Sosial
Diposkan oleh Abdul Rohim Ghazali Diakses
pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:11 pm.
Sumber
http://vhocket.wordpress.com/ Pengertian
Partai Politik dan Partai Politik Islam Diposkan oleh Michael Tyson
Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:49 pm.
Sumber
http://ariefhirmanarda.wordpress.com/ Pengaruh
sistem multi partai Terhadap stabilitas politik
indonesia Diposkan oleh Arief Hirman Arda Diakses pada tanggal 09
Februari 2011 pukul 03:05 pm.
Sumber
http://www.depsos.go.id/modules.php Profil
Lembaga Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat Diposkan oleh Irsyadi Sirajuddin Diakses pada tanggal 09
Februari 2011 pukul 02:33 pm.
Sumber
http:// www.ireyogya.org Masyarakat Sipil dalam Pengembangan
Good Governance Diposkan oleh Novia Cici A Diakses pada tanggal 09
Februari 2011 pukul 02:57 pm.
Sumber
http://halimsani.wordpress.com/ Kapital
Sosial dalam Pembangunan Masyrakat Diposkan
oleh Halim Sani Diakses pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:23 pm
Sumber
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/ Konsep-konsep
Politik Diposkan oleh Wartawarga Gunadarma Diakses pada
tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:49 pm.
Sumber
http://id.wikipedia.org/ Organisasi
Sosial Diposkan oleh Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Diakses
pada tanggal 09 Februari 2011 pukul 02:07 pm.
Sumber
http://forsansos.blogspot.com/ Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat dan Struktur Organisasi Kemasyarakatan Diposkan oleh Hendro
Riyanto Diakses pada tanggal 09
Februari 2011 pukul 03:15 pm.
Sumber
http://said1924.multiply.com/ Perlukah
Mendirikan Organisasi Sosial Kemasyarakatan Diposkan oleh Saif
Ayatullah Diakses pada tanggal 09
Februari 2011 pukul 03:15 pm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar